Sabtu, 28 Maret 2015

Titip rindu buat ayah

01.17 Posted by Unknown No comments
Masih terasa embun dipagi ini. Tembus hawa dinginnya sampai ke tulang. Jum'at yang selalu dinanti hari yang selalu ditunggu. Bumi terus berputar pada porosnya. Angin berhembus kencang membawa embun kesana kemari. Lucunya pagi ini sungguh menyayat hati. Mentari terkalahkan oleh kabut nya udara. Pagi yang setiap harinya membuat ruh ini jauh lebih baik.
"Bu aku pergi. Assalamualaikum." Katanya sambil menyalami ibu dengan senyum dan sapaan yang ramah. Sekejap hening tak ada sahutan dark ibunya. Yang ada ibunya tak menghiraukan hadir dan sentuhan lebut darinya. 
-
Sentuhan embun pagi yang begitu terasa di wajahnya membuat ia tersenyum puas atas nikmat pagi yang diberikan tuhan pagi ini.
"Kak, kegiatan rohis hari ini jadi?" Tanya salah seorang adik tingkatnya di parkiran kampus. 
"Jadi insha Allah dik, kita bicara di depan kelas kakak aja ya." Jawabnya lembut dan mempercepat jalannya. Diikuti oleh adik tingkat dan teman nya yang lain. 
Acara pagi ini ialah baca yasin dan do'a selamatan. Berjalan dengan lancar musholah terlihat ramai dan tenang. Ia rasa banyak yang antusias untuk acara kali ini. "Alhamdulilah yaAllah segala puji bagimu." Lirihnya sambil mengusapkan muka dengan kedua tangannya. 
Pelajaran pagi ini berjalan dengan lancar. Walau sedikit kantuk tapi ia mampu menahan matanya untuk tetap memperhatikan penjelasan dari dosennya pagi ini. 
"Nomer 18 ayok kita review." Sontak suara itu mengagetkannya. 
"Baiklah saya akan mencoba untuk mereview hasil diskusi kita pagi ini." Jawabnya selalu siap dan jelas. Tak banyak teman kelasnya sering berbicara "kok bisa sih? Kerjaannya main dari tadi" begitulah tutur teman-temannya. Bintang yang cenderung tidak suka hidup yang monoton , cuek lingkungan, tak mau ambil pusing akan segala hal yang dilaluinya. Namun tak sedikit yang mengetahui bahwa Bintang adalah anak yang perhatian dan penyayang.
"Baiklah setelah 2jam kita belajar dapatlah kesimpulan yang telah di paparkan oleh bintang. Terimakasih." Kata dosen Manajemen Farmasinya pagi ini. 
Ia hanya tersenyum. Selalu menampilkan senyumannya. Saat apapun itu. Sesakit apapun itu selalu senyum menjadi jurus andalannya untuk memperbaiki keadaan. Seperti pagi ini. Pagi yang membuatnya rindu akan kasih sayang dan belai manja dari ayahnya.
-
"Bintang! Udah jam kosong? Ada tamu dari Bio Farma mau masuk untuk demo hep.b dan influenza." Suara agung membuat matanya terbelalak. Namun tak jua ia memperbaiki posisi duduknya. 
"Hmm. Iya kosong." Jawabnya santai masih sambil memainkan jari diatas keyboard laptopnya. 
Kelas begitu ramai antusias sekali. Bangku-bangku tersusun rapi. 5 menit kemudian tim dari Bio Farma memasuki kelas dengan penuh senyum dibibir mereka. 
"Bi pindah !" Salah satu temannya meneriaki ia yang sedari tadi asyik bermain dengan laptopnya. Hasilnya sama saja masih dengan flat face. 
"Assalamualaikum?" Lelaki itu menyapanya sekali lewat.
"Waalaikumsalam." Jawabnya datar dan segera melihat kesumber suara tadi. Alangkah terpesona nya ketika ia melihat lelaki yang menyapanya tadi. Bergegas ia pindah duduk ke belakang berbaur bersama temannya. 
Pemaparan yang disampaikan begitu menarik. Sempat terjadi debat antara dia dan lelaki itu. Untungnya lelaki itu paham. Jam silih berganti temannya yang sekelas banyak yang kecewa melihat kuku lelaki itu telah berinai. Tanda ia telah dimiliki. Termasuk Bintang. 
-
Siang ini begitu terasa rindu yang begitu menggelitik kalbu. Tak mampu terucap kata dan makna. Gadis ini diam-diam menangis. Air matanya mengalir begitu saja. Mencoba mengenang-ngenang hal-hal indah 15tahun yang lalu dimana ia masih sangat kecil. Balita tepatnya. Saat ia merayakan ulangtahun yang ke4 tahun. Ayah dan ibunya mengajak ia pergi ke taman rekreasi. Hanya sedekar berbagi canda dan tawa. Potret yang selalu ia kenang. Terbayang selalu tersimpan didalam memorinya. Setiap ia merindu setiap itu pula ia selalu membayangkan kejadian bahagia yang ia lakukan bersama kedua orangtuanya. 
"Mbak kenapa?" Tiba-tiba suara itu mengejutkannya. Dan memperbaiki posisi nya baring menjadi duduk bersender ditembok musholah.
"Tidak. Tidak kenapa-kenapa kok dik. Hanya lelah kurang tidur so sakit kepala." Jawabnya sambil menyekat air mata dan berusaha tersenyum.
"Bohong ana tahu kok kak." Gadis itu tiba-tiba memeluk erat Bintang.
Bintang hanya diam dan perlahan air matanya mengalir lagi. 
"Ayah aku rindu. Sangat rindu." Katanya dalam hati. 

-
Kerinduan yang hanya disampaikan melalui do'a dan hanya tatapan kecewa. Meskipun kita bersama namun rindu itu selalu ada.
 -

Selasa, 17 Maret 2015

Cinta hujan

18.22 Posted by Unknown 2 comments
Sapaan pagi selalu menyemangati diri. Bahkan ia sama sekali tidak sadar bahwa ia sedang mengalami proses dimana ia sedang beranjak dewasa. Mengalami berbagai hal yang menarik. Setiap pagi selalu menjadi moment yang ia tunggu untuk menerima sapaan pagi walau hanya sebatas pesan singkat. Pagi ini ia bangun lebih pagi dari biasanya dilihatnya jam yang tergantung di dinding depan kasur nya. Masih menunjukan pukul 04.00 wib. Masih subuh sekali. Samar terdengar suara lelaki mengaji dari dalam masjid diujung jalan rumahnya.
"Assalamualaikum selamat pagi. Udah bangun? Semoga subuh ini awesome ya mas". Dilayangkannya pesan singkat itu ke nomer yang sering sekali menghubunginya. Tidak lama pesan singkat itu langsung dibales dengan cepat.
"Waalaikumsalam, alhmdulilah udah bangun. Tumben bangunnya pagi sekali ? Kamu juga semoga subuh ini menjadi yang paling indah dari subuh kemarin". Mendapati balasan seperti itu ia kegirangan dan bergegas mengambil handuk untuk mandi dan menjalankan sholat subuh di masjid. Ia tak menghiraukan air subuh yang sangat dingin. Air yang diguyurnya ke tubuh membuat bibirnya membiru menahan dingin yang menusuk tulang. Tak begitu lama didalam kamar mandi ia keluar dan berbaju rapi. Menyiapkan segala perlengkapan sholat. 
"Bunda, ririn ke masjid bareng mbah kakung ya". Katanya sambil mengiringi jalan mbah kakungnya .
"Tumben? Hati-hati sayang ya". Mata bunda nya mengawasi kepergian ayah dan putrinya. 
Sepanjang perjalanan mbah kakung bercerita tentang hujan dan pelangi. Ririn tertarik akan cerita fiksi yang mbah kakungnya ceritakan. Tentang bidadari dari kayangan yang mandi ketika hujan dan selendang mereka yang berwarna seperti pelangi. Tiba di masjid.
-
Ririn mengaji sebelum azan di kumandangkan oleh muazin. Dengan lantang ia membaca dengan jelas huruf demi huruf. Sosok lelaki yang mengaji sebelum ririn datang tadi tiba-tiba mengintip dari balik tirai. Wajah lelaki itu sangat tampan. Bersih. Putih. Berjenggot agak tipis. Bisa dihitung rambut yang tumbuh di dagunya itu. Kumis yang samar dan peci yang ia kenakan berwarna hitam. Baju koko cream dan kain sarung berwana putih sedikit corak berwarna cream juga. Sedang memperhatikan bibir ririn berkomat-kamit mengeja hufur demi huruf. Suara ririn merdu. Ririn yang menggunakan mukenah berwarna pelangi tak menyadari bahwa ada seseorang yang sedang memperhatikannya. Sampai mbah kakung nya menegur lelaki tersebut bahkan ririn pun tidak mengetahui hal itu. 
"Hai anak muda, mengapa kau melihat gadis itu dengan seperti ini?" Tanya mbah kakung kepada lelaki itu.
"Assalamualaikum maaf kek. Saya tidak bermaksud seperti apa yang kakek fikirkan. Saya hanya kagum dengan suara merdu gadis itu." Jawabnya menunduk menatap alas masjid.
"Apa sebelumnya kau mengenali gadis tersebut? Siapa namamu kalau aku boleh tahu?"
"Zainal kek aku tinggal di belakang masjid ini kebetulan hendri yang biasa di masjid ini sedang sakit jadi saya yang menggantikannya. Saya tidak mengenali gadis tersebut kek"
"Oh zainal. Pantas saja saya tidak menemui hendri. Kalo begitu sebentar lagi kumandangkan azan ya nak." Perintah mbah kakung sambil menyesuaikan barisan sholat. Tidak banyak yang ikut jama'ah subuh pagi ini mungkin karna cuaca subuh ini mendung dan suhunya yang tiba-tiba menurun sangat dingin. 
Di barisan wanita hanya ada Ririn, dan 6orang ibu-ibu yang ikut menyesuaikan barisannya. 
-
"Mbah subuh ini kok dingin sekali. Hemm wajar saja masjid tadi sepi Ririn baru menyadarinya." Celoteh Ririn yang penuh dengan ciri khasnya itu tidak membuat mbah kakungnya kewalahan
"Mungkin sayang. Mbah putrimu juga tidak bisa ikut kita ke masjid. Kita tunggu ayahmu di depan ya. Dia masih bercerita dengan Zainal." Jawab mbahnya sambil duduk di salah satu bangku yang ada di sekitarab masjid.
"Zainal siapa mbah?"
"Temannya si Hendri. Karna ia sedang sakit jadi Zainal menggantikannya" 
"Ooh. Mbah adek mau cerita tapi jangan bilang ayah dan bunda ya?"
"Mau cerita apa sayang?"
"Tapi...." . Tiba-tiba ayahnya tela datang sambil menampakan senyumannya.
Ayah nya seorang pegawai BUMD di kotanya. Saat ini menjabat disalah satu bagian yang lumayan memberatkan fikirannya. Bagian keuangan kantor. Ayahnya memiliki tubuh yang tidak terlalu tinggi. Mata bulan rambut ikal dan berkulit sawo matang. Ayahnya berasal dari jawa. Campuran banjar. Sedangkan bunda nya adalah seorang pengusaha catring ternama dikotanya tersebut. Ibu nya juga orang campuran jawa dan banjar. Memiliki tubuh yang indah. Mata yang cantik. Hidung bangir rambut lurus dan badan yang tak terlalu tinggi. Kulit ibu putih langsat. Ibu memiliki perawakan yang sangat mulia. 
-
"Sarapan dulu Rin, bunda udah masak nasi kuning kesukaan kamu." Kata bunda saat melihat anak gadisnya keluar dari kamar.
"Iya bunda makasih ya." Jawabku sambil mengecup pipi kanan bunda. Ayah dan kedua orang adik kembar ku telah duduk dimeja makan bersama mbah putri dan mbah kakung. Orangtua dari bunda memang tinggal bersama bunda. Karna bunda adalah anak bungsu dari tiga bersaudara. Sedangkan eyang dan abah orang tua dari ayah kini tinggal di nganjuk jawa timur.
"Yah Ririn bareng ayah ya. Soalnya Ririn takut telat kalo harus menggunakan angkot". Pintaku pada ayah sambil menyeruput teh hangat yang dibutkan bunda.
"Baiklah tapi kita antar Nino dan Nina dulu ya". Jawab ayah sambil tersenyum sama si kembar adikku. 
"Hmmm baiklah kalau begitu tapi jangan lama ya yah." Kataku sambil memandang wajah manis adikku.
Nino dan Nina adalah adik kembarku mereka bersekolah di SDI di daerah perkantoran ayah. Tempatnya stratgis. Sekolah dasar adikku tak jauh dari SMA tempat aku bersekolah . Kini kedua adikku duduk di kelas 4 SDI nurul i'lmi. Sedangkan aku kelas 3 SMA disalah satu sekolah negri. 
Sampai di sekokah Nino dan Nina berlari menuju lapangan sekolah nya untuk sekedar menyapa teman-temannya sedangkan aku harus melanjutkan perjalanan ke SMA yang memakan waktu 8menit kalo tidak macet. 
Ia sangat senang jika bersekolah diantarkan sama ayahnya. Jarang sekali moment seperti ini dilakukan bersama ayahnya. Ayahnya banyak bertanya tentang perguruan tinggi yang ia inginkan. 
-
"Rin udah dapet kabar belom ?" Tanya fiqha sahabatnya. Mereka bersahabat dari SMP sampai kelas 3SMA ini. 
"Apaan? Aku tidak pernah mau tahu kabar burung hahah." Jawabnya sambil tertawa dan menggandeng tangganya fiqha.
"Itu si adli alumni sekolah kita"
"Iya, kenapa dia?"
"Dia masuk tim basket rombongan kamu"
"Oh apa untung buat aku?"
"Hish kamu ini aneh deh kemarin bilangnya kamu suka sama dia sekarang dia masuk tim basket kamu. Eh kamunya malah biasa aja"
"Nyerocos terus lambe mu lama-lama tak cubit baru tau. Sekedar suka. Tidak lebih". Topik pembahasan mereka terhenti saat mereka mendapati bahwa Adli yang mereka ceritakan tepat di depan Ririn. 
Adli alumni sekolah mereka. Baru tahun kemarin dia menamatkan pendidikan menengah pertamanya sekarang ia berkuliah disalah satu universitas favorit dipulau jawa. 
"Hallo Ririn , fiqha." Sapanya sambil tersenyum dan melambaikan tangannya.
"Hai kak, apa kabar?" Jawab fiqha sambil menjulurkan tangan. Lain fiqha lain ririn. Ia hanya tersenyum dan menundukan kepalanya mengisyaratkan hormat pada alumninya.
"Temanmu tidak bisa bicara qa?" Ledek adli sambil menyenggol lengan ririn yang sedari tadi hanya diam.
"Hmm paling dia grogi kak. Eh sama siapa ke sekolah kak?" 
"Kebanyakan basa-basi ranselku belom di taruh dalam kelas keburu bel nanti PR ku belum di kumpulkan. Aku pamit ke kelas kak adli dan aku duluan fiqha." Gerutu Ririn meninggalkan mereka. Dari jauh adli menatap lurus kepergian Ririn. Jilbab putihnya menjuntai. Rok abu-abu yang ia kenakan saat ini adalah rok lurus yang tergosok rapi oleh bundanya.
"Dia tidak berubah sejak saat aku mengenal dia." Suara adli lirih tapi masih terdengar dengan fiqha
"Eh maaf kak, apa sebelumnya kalian pernah dekat?" Pertanyaan fiqha membuyarkan imajinasinya.
"Pernah saat dia ikut Taekwondow. Aku adalah sabubnya". 
"Oh tapi Ririn tidak pernah cerita."
"Masa?" Mata adli terbelalak serasa tak percaya kalau Ririn tidak bercerita kepadanya.
"Sungguh Ririn tidak pernah bercerita tentang kalau dia pernah dekat dengan kamu. Bahkan nyaris dia tidak pernah suka sama lelaki."
Senyum tipis di bibir adli membuat fiqha penasaran akan apa sebenarnya yang terjadi. Tapi fiqha tidak ingin mencurigai ririn sahabat nya itu.
"Eh kamu tidak bertemu Riko?" Tanya adli pada fiqha. Riko adalah teman nya adli yang fiqha suka waktu itu mereka sempat jalan bareng hanya sekedar makan dan nonton bareng.
"Tidak. Sekarang ini kan dia udah punya pacar." Jawab fiqha sambil berjalan perlahan. Tak lama bel sekolah pun berbunyi pertanda kelas pertama akan dimulai.
Suasana dikelas hening sekali tetapi tidak dengan suara bisik Ririn yang kalau belajar pasti ribut sendiri. Pelajaran pertama ini adalah fisika. Gurunya inosen dan membosankan. Tapi ririn selalu tahu bagaimana mendamaikan suasana kelas yang menegang saat ibu tina itu mulai berjalan dan bertanya kepada satu persatu siswa. Tidak dengan fiqha yang selalu nomer satu untuk pelajaran fisika. 
Pelajaran yang menarik untuk mencari taktik. 
Tidak lama bel pergantian jam berbunyi. Wajah bahagia terlihat jelas dari wajah anak-anak kelas. Pelajaran kali ini materinya sudah habis jadi digantikan dengan diskusi untuk memilih perguruan tinggi. Menjelaskan satu persatu. Dan banyak yang bertanya termasuk fiqha dan ririn serta bimo. 
"Ririn!" Kata pak rio. Dengan tegas 
"Iya kenapa pak?" Jawabku dengan muka berkerut. Mengapa bapak itu menbentakku. Gerutunya dalam hati.
"Keluar sekarang cepat tadi kamu di panggil guru BK" 
"Ha? Saya pak?". Dengan gontai langkah kaki ia berjalan menyusuri koridor sekolah. Ririin anak yang cukup aktif dalam bidang apapun. Termasuk olahraga. Ia bercita-cita ingin menjadi abdi negara. Baik itu polri maupun TNI . Kalau diingat ini adalah cita-cita Adli juga. Beberapa tahun lalu mereka sempat dekat dan menjalin pertemanan spesial. Namun sayangnya Adli tidak ingin ada yang mengetahui hubungan mereka. Jadi sejak itu Ririn tidak pernah menceritka tentang Adli sebelumnya kepada fiqha. Rasa itu masih ada sampai saat ini. Tapi Ririn berusha tidak ada satu pun yang tahu akan perasaan itu. Dia malu. Tapi Adli tidak mengetahui itu, tetapi disisi lain Adli pun begitu Adli masih mencintai Ririn secara diam-diam. 
Sepanjang jalan menuju ke ruang BK Ririn mendapatkan Adli yang tengah duduk di kursi pertigaan koridor sekolah. Kakinya menghadang jalan Ririn. Muka Ririn memerah matanya berkaca. Ingin sekali ia memeluk Adli lelaki yang ia cintai. 
"Hallo mau kemana?" Tanya Adli sambil berdiri menghampiri gadis berkerudung panjang ini.
"Hai mau ke ruang BK." Jawab nya santai . 
"Ternyta masih sering berusan sama BK sek?" Ledeknya sambil menatap dalam wajah Ririn yang tertunduk.
"Bukan urusanmu, apa kamu fikir setiap anak masuk ruang BK itu membuat masalah ceng?" Jawabnya tanpa menatap mata Adli. Pesek adalah panggilan Adli kepada Ririn. Karna hidung Ririn yang kurang mancung sedangkan aceng karna muka Adli mirip orang korea bukan orang jawa. Mereka saling memandang tapi tidak dengan gadis ini pandangannya tetap ke bawah namun hatinya lah yang memandang hati lelaki yang dari tadi ada dihadapannya ini. Tiba-tiba Adli memegang tangan nya sontak terkaget ia melempar tangan Adli. 
"Maafkan aku, bukan maksudku sok suci tapi itulah pelajaran agama yang aku terima dari anak-anak dan mentor rohis" katanya dengan suara tercekat. Matanya yang ceria kini sayu. Perlahan ia berani melihat muka Adli yang memerah dengan senyuman yang manis. Adli tahu Ririn tlah banyak berubah. Semenjak masuk SMA terlebih saat ia mengikuti kegiatan rohis. 
"Aku paham semoga tetap istiqomah ya, kamu tahu? Sebenarnya kamu tidak di panggil keruang BK melainkan akulah yang memintamu untun keluar dengan pak rio." Jawab Adli seraya duduk di kursi yang ia duduki tadi. Mata Ririn mulai panas gumpalan air dipelupuk matanya mulai tak terbendung lagi. Ia pun segera duduk disamping Adli. Tak lama hujan turun membasahi rumput yang hijau dihadapan mereka. 
"Seandainya hujan sampai pulang sekolah. Aku tidak mau pulang naik bus. Kali jni aku mau pulang sama kamu." Suara Ririn memecah keheningan. Lelaki yang ada disampingnya menatap pekat wajah Ririn yang memutih dan matanya yang teduh. 
"Aku siap kemanapun. Tetapi aku ingin mengajakmu ketempat kita dulu pernah bertemu pertama kali". Adli memperbaiki posisi duduknya dan mencoba untuk menatap dalam mata Ririn masih adalah cinta itu. 
Jam terus berganti . Di karnakan Ririn tak ada jam belajar. Ia memutuskan untuk pergi bersama Adli. Mereka melintasi jalan yang biasa mereka lintasi. Sebelumnya Ririn sudah menelpon bunda dan ayahnya. 
Sesampainya di lakasi. Mereka duduk di bawah saung di tengah kolam hanya ada satu saung yang ditengah kolam. Hujan turun semakin deras. 
"Rin ?" Getar suara Adli memecahkan lamunan Ririn tentang kejadian 4tahun yang lalu.
"Iya kak? Ada apa?" Jawab Ririn tanpa melihat raut wajah Adli yang memerah.
"Kamu bisa lihat kearahku? Aku mau menunjukan seauatu. Aku suka seseorang kamu mau dengerib cerita aku?"
"Silahkan cerita saja kak aku pasti dengerin." Ririn mengubah posisi duduk nya menghadap ke Aldi.
"Aku suka banget sama wanita ini. Tapi aku takut dia tidak suka sama aku." Adli sambil menunjukan sesuatu di layar handphone nya.
"Boleh aku lihat? Kalo begini aku enggak tahu siapa ini." 
"Nih lihat yang jelas ya."
"Lah ini kok kontak bbm aku sih kak?"
"Iya kamu. Aku masih suka banget sama kamu." Adli mengeluarkan bucket bunga dan sekotak coklat berbentuk bintang.
Keadaan memanas setelah Ririn mengetahui hal itu. Mata nya berkaca tangannya mencengkap tangan Adli. 
"Tapi sekarang aku tidak seperti yang kamu suka dahulu. Aku tlah berhijab dan sedang memantapkan niat." Suara Ririn terbata matanya menuju kolam yang dihiasi rintikan hujan yang turun dengan deras.
"Kamu mau tahu apa yang membuatku semakin cinta padamu? Karna kedekatanmu padaNya." Jawab Adli mantap dan melepaskan genggaman Ririn ia berdiri di hadapan gadis itu.
Ririn tertegun. Tak ingin ia menatap mata Adli yang memperhtikannya serius.
"Aku akan kembali lagi mengikuti tes polisi dan aku tahu kamu akan kuliah diluar kota. Maka itulah aku datang kemari." Sambungnya dalam keadaan berdiri di hadapan Ririn tak ubahnya gadis itu pun tak menghiraukan perkataannya. 
"Aku cinta hujan. Mengapa pada saat hujan kau selalu torehkan luka dihatiku?" Mata Ririn berkaca. "Kau pergi dan datang semau mu. Apakah kau tahu disini aku selalu menikmati bayangmu dalam hujan." Sambungnya sambil menyekat air mata. Tanpa sadar Adli memeluknya . Tangisnya pecah. Hujan menjadi teman untuk mereka berdua. Menyatukan kembali cinta yang tak terucap.
-
"Assalamualaikum bu, besok saya akan berangkat untuk pendidikan di Lido." Kata Adli hati-hati kepada bunda Ririn. Tanpa sepengetahuan Ririn lelaki ini datang dengan berani kerumah nya.
"Iya hati-hati jaga diri ya Dli, bunda do'akan semuanya lancar." Jawab bunda sambil merangkul Adli . Sudah seperti anaknya.
"Bu saya titip Ririn, saya akan datang setelah saya pendidikan nanti."
"Iya. Teruslah berdo'a padaNya agar cinta mu pada anak bunda dikabulkan olehNya."
"Pasti bun, tak lupa saya berdo'a untuk kebahagian saya padaNya. Saya pamit bu."
-
Satu tahun berlalu. Ririn duduk dibangku perkuliahan. Tanpa mengenang Adli. Tanpa lelaki baru yang ia kagumi. Semua digantungkan pada Nya. Semakin dewasa semakin enggan ia bercerita pada kedua orang tuanya. Malu. Katanya. Hari-hari berjalan. Semakin ia mematahkan hatinya pada lelaki yang datang mendekatinya. 
Subuh ini hujan turun sederas-derasnya. Guntur menyambar dimana-mana. Ririn terkejut bangun ternyata pukul 5.00 pagi. Lekas ia bergegas. Diluar kamarnya bunda sedang menyiapkan sarapan untuk mbah putri mbah kakung dan ayah serta adikny. 
"Cah ayu! Rene nduk." Kata mbah putri. "Ada yang mau mbah kasih tahu padamu." 
"Ada apa mbah? Ririn sholat dulu ya." Jawabnya sopan sambil mencium pipi kanan mbah putrinya.
Lelaki yang selalu menyapanya dikala subuh tidak ada lagi. Ya karna lelaki itu adalah Adli. Lelaki yang dirindukannya selama ini semua itu Adli. Semua keluarganya mengetahui akan hal itu. Selama ini Adli lah yang membuat harinya bersemangat . Tanpa ia sadari , dia yang selalu dirindukan olehnya. Lelaki itu. Lebih merindukannya. 
Seusai sholat subuh. Sapaan yang ia rindukan datang lagi.
|"Asslamualaikum. Selamat pagi. Kamu apa kabar? Semoga sehat dan baik-baik saja. Maaf beberapa pekan saya menghilang. Karna saya sedang ada kegiatan diluar kampus."| . Betapa girangnya hati gadis ini saat mendapati pesan singkat dari seseorang yang selama ini tak pernah ia temui dan selalubia rindukan walau belum pernah bertemu.
Semangat Ririn kembali. Selepas ia berbenah kamar tidurnya Ririn mendapati handphone nya bersering.  Nomer yang selalu menghuqkamar?" Suara lelaku itu di ujung telpon. Matanya berkaca ia tak percaya lelaki yang selama ini ingin ia temui kini ada dirumahnya. Tanpa sadar ia berlari keluar kamar dan mendapati Adli duduk dimeja makan dan tersenyum padanya. 
"Kamu jahat !!" Tangisnya pecah. Bunda dan ayahnya menangis tertawa melihat wajah anak gadisnya memerah. Menyadari hal itu Ririn menghapus air matanya. 
"Aku datang kembali dan tidak akan pergi lagi. Kala hujan badai datang kita akan berdua selalu disini." 

-
#wanitaperindu#bintang#belajarnulis#khayalan.

Sabtu, 07 Maret 2015

Wanita perindu

20.13 Posted by Unknown No comments
Pagi ini ia jauh lebih cepat bangun tidur dari pada biasanya. 04.25 wib ia tlah terjaga dari mimpinya. 
Langit masih gelap. Namun bulan berangsur pudar cahayanya. Sejauh ini ia tidak dapat melihat cahaya bintang. 
"Kepagian sepertinya". Gumamnya sembari mengambil handuk. 
Dilihatnya kiri kanan dan seluruh penjuru dapur rumahnya tampak sama. Biasa saja tak ada sisi menarik dia rasa.
Kembali ia melangkah ke kamar mandi. Untuk meyegarkan diri. 15menit berlalu terlihat sengal bahunya. Di tatapnya dalam wajahnya memucat terlihat dari dalam cermin. Menatapi wajahnya berusaha menyentuh menggunakan jemarinya. Berkhayal. Angannya jauh terbang dari fikirannya. Wajah yang ia kenali dulu waktu itu saat ia masih kecil berumur 4 tahun saat merayakan pesta ulang tahun. Wajah sejuk seperti inilah yang mencium kedua pipi dan kening nya serta memeluk erat tubuhnya. Dulu 15tahun yang lalu. Kini wajah itu miliknya. Bagaikan pinang dibelah dua. Sungguh miril sekali ia dengan ibunya. Tak ada yang berbeda. Mungkin yang membedakan adalah tutur sapa. Ibu nya lembut sekali. Sedang ia sangat keras bagai batu. 
40 menit berlalu mengalir air mata dipipinya. Wajahnya yang pucat kini memerah. Menyadari akan hal itu Ririn kecil mempercepat mandinya dan mengambil wudhu' . Ya ririn kecil adalah panggilannya yang sekarang berubah menjadi Ajeng. Saat masuk Taman kanak-kanak ia malu memiliki nama yang sama seperti teman nya. Alhasil ia mengadu kepada mbah putrinya.
"Mbah". Katanya lirih wajahnya yang syahdu membuatnya menjadi kesayangan oleh mbah putrinya
"Oni opo cah ayu?". Jawab mbah nya sambil menggendongnya
"Aku ra gelem di paggil ririn loh mbah. Temen ku ada yang namanya itu." Wajahnya cemberut membuat tekukan didahinya.
"Lah lah piye? Yowes Ajeng wae yo nduk wes ra popo loh nama jenengan sama". Mbahnya mencoba menghibur dan menciumi pipinya.
-
"Ah aku kangen sekali". Lirihnya sambil meneteskan air mata. Kejadian itu 15tahun yang lalu saat ia duduk di bangku taman kanak-kanak. Kelas nol kecil. 

-
Jam menunjukan pukul 07.00 wib. Secepatnya ia mengambil handphone dan mengirimkan sms ke sahabatnya putri.
"Yukk kita ke kampus". Pesannya telah dilayangkan pada putri. Lama. 15 menit kemudian baru ada balasan. Ternyata putri harus membuat shake dan bersiap lagi. Meski ia udah mengingatkan namun Ajeng ya Ajeng. Ajeng adalah Bintang selalu telat. 
Tak lama putri menelpon dan menyegerakan untuk ke kampus. Selama perjalanan mereka asyik bercerita maksud dan tujuan mereka untuk ikut study tour. 
"Kalo mbak sih. Meskipun sering pulang ke jawa dan melewati berbagai universitas dan pabrik obat. Ya kali gak bisa masuk dan belajar disana." Katanya dengan nada kecewa 
"Sama pute' juga mbak. Enggak pernah sama sekali lagi. Kalo ada kerjaan juga pute' mau kerja". Jawab putri temannya menimpali dengan wajah kecewa.
"Mulai sekarang kita nabung ya put. Pasti bisa kok". Timpalnya meyakini putri
-
Sesampai nya di parkiran kampus. Mereka menyadari bahwa mereka terlambat. Alhasil mereka kabur pergi ketempat makan. Mereka memilih makan di mie ayam ceker masih dikawasan kampusnya.
Selesai makan. Mereka mencoba kembali ke kampus. 
"Dari mana?" Tanya salah satu sahabatnya
"Makan mie ayam." Jawab putri sambil melepas helm.
"Kebiasan mbak ajeng sih ke kampus engga bawa tas". 
"Hehehe males soalnya. Laper ada makanan enggak?" Selaras ia mendekat dan tertawa bersama.
"Awas mbak nanti ditnya pudil lagi emang mbak ada duit?"
"Haha iyaiya emang engga ada duit ini hihihi ya udah ke dalem yok"
-
Suasana kampus pagi itu ceria, semua mahasiswa bergotong royong dengan semangat membersihkan pekarangan kampus. Ada yang sambil tertawa, cerita, ada juga yang menikmati moment untuk berduaan . 
Semua menikmati hari yang ceria ini. Sesekali ada yang berteriak tak urung juga ada yang terkikih menahan tawa. 
Tak begitu lama jam menunjukan pukul 08.30 wib ada pemberitahuan dari pihak kampus untuk semua mahasiswa mengambil kueh yang telah di sediakan.
Pagi yang ceria dengan wanita yang terus merindu. Pagi ini pagi sebelumnya pagi seterusnya masih tetap sama tampaknya untuk seorang ajeng. 

--- 
#bercerita#menulis#belajarnulis

Kamis, 05 Maret 2015

Andai Tuhan bisa ditetah

07.57 Posted by Unknown No comments
(Season2)

Bintang segera pergi mandi untuk menyegerakan sholat maghrib dan mengahadiri permintaan mama, ya walaupun ia sebenarnya sudah tahu maksud pembicaraan mama dan ayahnya.
20menit berlalu bintang keluar dari kamar mandi dan berlari menuju kamarnya diatas. Sesampainya di depan pintu kamar . Ayahnya tlah menunggu sembari berbaring menghilangkan penat.
"Sejak kapan bapak di kamar ku?" Tanya bintang seraya menjemur handuk di gantungan belakang pintu. Ya walaupun bintang awal sudah tahu tetapi hanya basa-basi yang ditawarkan bintang.
"Sejak satu jam lalu. Kemarilah bapak hendak berbicara sebentar saja". Jawab bapaknya sambil menarik bintang untuk duduk disampingnya. Suasana damai seperti ini jarang sekali terjadi. Terakhir akhir tahun 2008 lalu. 
"Kenapa? Jika pertanyaan bapak masih sama seperti yang sebelumnya jawaban mbak tetap sama. Mbak takut bapak bakal lupa sama mbak!"
"Tiada lupa seorang ayah kepada anak kandungnya sendiri". Tangan bapak memeluk bintang. Dan pecahlah tangis bintang.
"Mbak mau sholat dulu". Bintang pergi berlari menuju musholah dibawah. Letaknya persis didepan tangga disamping kamar bunda. Lagi-lagi pembicaraan dialihkan oleh bintang. 
Hari-hari bintang selalu sama yang membedakan hanyalah orang-orang ia jahili dan ia usik. Guru-guru yang memarahinya juga sama. Hanya saja beda persoalan nya. 
Hari ini lagi-lagi bintang mendapat surat panggilan untuk kesekian kali. Namun surat itu dibuang lagi dan alasan yang sama. 
-
Pagi ini bintang menjadi komandan upacara. Gagah sekali . Badannya yang tegap dan kekar. Ya akibat olahraga yang selalu ia ikuti. Terlihat benar dia seperti lelaki tampak dari belakang dan samping kanan maupun kiri. Rambut cepak yang baru ia pangkas siang minggu menambah kharisma baginya. Sepatu booth yang ia kenakan. Jam tangan ya g melingkar di tangan kanan. Tak ada sueng, gelang, cincin atau apapun yang memberi ciri bahwa ia perempuan. Semakin hari semakin ada saja ulah yang ia lakukan. 
Seusai upacara seperti biasa bintang disalami dan menyalami para guru dan kembali menuju kelas. Kebetulan bintang adalah anak kelas unggul. Dan kelasnya di belakang ruang guru. Bintang memiliki sahabat yaitu fira, reny, tasya,faras, indah, rahma, elsa dan lady. Namun yang bersahabat hingga kini hanya fira reny indah dan rahma.
Kebiasan yang dilakukan bintang yaitu duduk di belakang kelas dengan bermacam jajanan serta minuman. Tak lupa teman-teman berjenis kelamin laki-laki mendekatinya. 
Bernyanyi dan bermain musik itulah kesukaannya. 
"Razzziiiaaaaa ...." Suara dari teman-teman kelasnya terdengar nyaring. Sehingga membuyarkan kerumunan penyanyi depan wc tadi. 
"Razia apa ri?" Tanya bintang pada salah satu temannya.
"Razia handphone dan seragam lengkap bi." Jawab hori temannya yang kepanikan
"Aku enggak bawak handphone tapi aku bawa motor. Sompret baju ku enngak lengkap". Celoteh bintang tak dihiraukan oleh teman-temannya yang sedang melakukan siasat.
"Udah kumpul semua nih didalam ini? Bintang tugas kamu nih umpetin barang-barang kita". Salah satu teman perempuannya mendekat.
"Tempat pak de ". Jawab bintang langsung menggeret kiki teman di depan bangkunya
-
Jam menunjukan pukul 12.15 wib. Azan terdengar merdu yang dikumandangkan oleh temannya dari kelas lain. Berbondong-bondong temannya mengantri untuk ambil wudhu. Lain teman nya lain bintang. Bintang berlari ke kelas temannya untuk mengembalikan rok yang ia pinjam tadi pagi. 
"Eh wik makasih ya. Kamu gak sholat?" Ujar bintang sambil menyodorkan rok yang ditangannya.
"Hmm iya sama-sama bi. Lain kali bawa rok ya jadi aku gak pura-pura sakit lagi. Ini mau ke musholah. Kamu?" Jawab temannya dengan lembut penuh senyuman
"Aman, aku lupa pagi ini hari senin. Rok udah di siapin sih cuma kamu tahu sendiri kan. Enggak aku mau ke warnet aja mau main CS". Jawab bintang langsung melesat lari. 
Suka nya bintang main game. Tapi gak begitu fanatic. Zaman-zamannya maun CS dan PB . Sesampai di warnet bintang memesan nasi goreng dan es teh. 
1jam berlalu. Fira akhirnya datang menjemput bintang sekedar mengingatkan bahwa dia 5menit lagi masuk jam ekstra. 
"Bi, 5menit lagi pak simamora masuk. Udah bawak buku fisika belom?" Kata-kata fira diabaikan oleh bintang ia masih asyik di dunia game nya. Tanpa sadar fira menggeret bintang dari kabin. 
"Alaaah kamu mah. Iya aku ke sekolah lagi. Nih tolog bayarin ya". Dengan jalan yang gontai bintang menuruni anak tangga dan meninggalkan fira. Berlari mengiringi sepeda motor yang berlalu-lalang. Akhirnya bintang tepat waktu masuk pelajaran fisika. 
"Kamu dari mana?" Tanya guru fisika itu
"Dari rumah pak. Saya makan. Uang saya habis". Jawab bintang dengan nafas yang tersengal.
"Alah klise alasan saja. Berdiri didepan". Perintah pak guru itu
"Baiklah pak". Muka bintang memerah karna lelah dan malu
"Coba kamu bernyanyi".
"Nyanyi apa pak? Saya enggak bisa". 
"Lagu apa saja yang bisa menyejukkan hati"
"Baiklah pak akan saya coba. Habis itu saya duduk ya pak?". Tanpa jawaban pasti bintang bernyanyi dengan gitar alakadarnya. 
       Oh ibu damailah engkau disana , kutaburi do'a mewangi hanya dari anakmu. Kini aku hilang tempat mengadu. Oh ibu .... 
Tak kuasa bintang menitikkan air mata dan berlari meninggalkan kelas. Lagi yang dinyanyikannya yaitu untukmu ibu. Bintang berlari menuju ujug sekolah. 
-
Hujan turun dengan derasnya. Bintang masih tetap mendiam dan bermain basket dilapangan sekolahnya walaupun teman-temannya mengingatkan bahwa besok masih sekolah bintang tak mau mendengarkan. 
"Sudahlah jangan menangis. Dan hentikan permainan ini!" Salah satu temannya menyusul dan membuang bola itu dari lapangan
"Apa sih!!"
"Aku tahu tapi tidak seperti ini caranya"
"Jangan sok tahu dan pergilah tingfalkan aku"
-
Baju bintang basah dan kotor. Buru-buru ia merendam pakaian nya kedalam baskom dan mencucinya menggunakan mesin cuci.
Hari itu tepat satu tahun kepergian ibunda tercintanya. 
Rumah ramai dipenuhi tamu undangan untuk yasinan. Mulai dari sanak sodara kerabat dekat dan tetangga yang jauh sampai yang dekat.
Bintang keluar kamar dengan pakaian rapi, teman-temannya duduk disalah satu sisi. Tak henti bintang menutupi kesedihannya.
-
Sebulan berlalu. Pertanyaan bapak masih sama. Masih meminta izin untuk menikah lagi.
Andai tuhan bisa ditetah. Aku tak ingin seperti ini. Sejatinya yang hidup akan mati dan kematian itu tidak tergantung dari harta tahta yang kita miliki. 
"Apa bapak mau nikah besok pagi!" Suara tangis bintang tersedak. Setalah beberapa hari lalu diizinkan ayahnya ingin menyegerakan nya. Tak lama sehari sesudah diberikan izin. 
"Iya. Bapak janji bapak tidak akan melupakan mbak. Bapak sayang mbak. Bapak tahu apa perasaan mbak. Mbak takut perhatian bapak cuma ke ramadhani kan? Tidak nak. Karna mbak kan anak bapak." Bapaknya berusha menenangkan bintang. Namun bintang tetal keras dan menangis bintang berlari ke pinggir jalan. Bapaknya berusha mengejar dan memeluk bintang lebih erat
" kalau begitu ya sudah bapak batalkan saja pernikahan ini". Suara bapak berat dan mata nya berkaca raut mukanya memerah.
"Bapak janji ya". Suara isak bintang pilu melihat ayahnya begitu
"Iya bapak janji" kini pelukan itu dibalas dengan pelukan sayang dari bintang. 




*bersambung*

Selasa, 03 Maret 2015

Untukmu Ibu

06.21 Posted by Unknown No comments
Sama seperti malam-malam biasanya. Sunyi dan sendiri. Menyendiri di ujung kamar yang kecil ini. Mata tak leluasa untuk memandang. Badan tak juga dapat terbaring hanya saja keinginan untuk bersandar lebih kuat. Tiba-tiba saja tanpa terfikir apapun air mata ini menetes. Mengalir dengan sendirinya mencoba menahan namun semakin jadi air mata ini semakin ingin keluar bagai ingin menghiasi senyuman. 
Jam menunjukan pukul 21.25 wib. Saat dimana keluarga sedang berkumpul diruang tv untuk sekedar menyapandan bercerita. Mungkin. Mungkin cerita-cerita yang ku tulis ini seperti mimpi. Tapi inilah nyata. 
"Miko, tolong buatkan teh untuk bapak". Ucap bapak kepada miko
"Iya pak." Jawab miko pergi ke dapur
"Jangan terlalu panas". Perintah bapak diikuti oleh miko. Aku hanya duduk di meja belajar disudut kamar. Kamarku tak jauh dari ruang tv. Aku tahu betul bagaimana keadaan ruang tv saat aku didalam kamar. Ramai, nyaman, bahagia. Aku ingin rasakan. Tapi tidak bisa. Jelang beberapa menit miko datang dengan segelas teh panas. Bukan teh hangat.
"Panas. Ini panas sekali miko."
"Maaf pak terlalu panas. Kalo ditambah es batu gimana pak?"
"Boleh juga". 
Dari dalam kamar aku hanya memdengarkan. Dan ku coba untuk keluar kamar memastikan apa yang terjadi. Seketika aku melihat adik laki-lakiku memasukan es batu kedalam gelas teh untuk bapakku. Spontan aku berkata.
"Loh kenapa pakai es batu? Ini kan teh buat obat?!" Suaraku tercekat
"Sudahlah!! Diam!! Teh itu panas!" Suara bapakku jauh lebih tinggi dan menghempaskan tangannya keatas meja. 
Dengan mata berkaca-kaca aku kembali melanjutkan laporan fitokimia . Otakku sudah tak mampu untuk menulis dan merangkai kata kesehatan dan alamiah lagi. Kosata yang telah tersusun buyar dan aku tak mau mencoba untuk mengingatnya karna itu sama saja dengan memaksakan keadaan. 
Aku diam seribu bahasa. Tetapi ku dengar jelas suara adik perempuanku sedang bersenda gurau. Aku iri. Jujur aku iri dengan keadaan. Tapi balik lagi aku mengingat perkataan seorang temanku akan kodrat anak pertama.
Sering sekali aku merasakan saat sendiri seperti ini. Tapi akan ku coba sesuatu yang menarik dalam hidupku. Berpura-puta bahagia. Kenapa? Karna aku tak ingin mengecewakan siapapun. Sahabat, kerabat, teman dekat. Baik yang baru ku kenal atau yang sudah lebih awal ku kenal. Agar aku bisa menjadi sesuatu yang menarik aku selalu mencoba merayu-Nya mana tahu suatu saat nanti diri ini dapat bersenda gurau juga meski tidak dibawah atap ini. Tapi setidaknya aku akan merasakan bahagia. Ya, bahagia yang lebih dari ini bahagia yang diizinkanNYA. 
Aku asik dengan duniaku saat ini. Menyibukan diri agar tak terlihat begitu sedih. Aku tahu kalo aku merasakan sedih pasti semua jin busuk menertawakan ku. 
Aku malu. Aku berusaha untuk menahan diri. Namun lagi-lagi air mata ini menetes tak hingga. Suara terasa hilang . 
    "Demi ibu. Demi masa depanku. Aku bertahan untukmu ibu". Suaraku lirih nyaris tak terdengar. Aku selalu meyakinkan diriku. Sesungguhnya kata-kata itu jauh lebih mudah dari pada penata laksanaannya.
Tetap saja aku malu. Ingin rasanya ku hubungi salah satu sahabat-sahabatku. Tapi itulah rasa malu tadilah yang menguatkan ku. 
   "Assalamaualaikum mbak lagi apa?" Pesan WA telah ku layangkan ke salah satu teman dunia mayaku. Penegak ranting pohon. Mbak wahda. 
   "Waalaikunsalam. Lagi istiraht aja. Kamu?" Hatiku makin teriris saat menyapanya ditengah ia sedang ingin beristirahat. 
    "Aku lagi sedih mbak. Sebel sih tepatnya". Air mataku semakin menjadi-jadi derasnya.
    "Sebel kenapa?" Tanyanya di pesan itu. 
    "Aku habis dibentak bapak karna aku bilang jangan minum teh pakai es batu"
    "Jangan marah sama bapak ya sayang. Do'akan saja bapak semoga sehat selalu". Balasannya kali ini sangat mengetuk hatiku. Yang tadinya sempat marah. Perlahan amarah itu luntur bersama air mata yang mengalir indah dipipi. 
Aku mencoba menulis cerpen ini dengan sebaik mugkin. Seandainya gadget ini seperti kertas ku rasa sudah basah kupup. Rembesan air mata ini biasanya membuat kertas yang sering ku gunakan keriput. 
Demi bunda dan kedua orangtua. Aku ikhlas menjadi anak pertama. Indah cinta yang ku laluii dengan segala kepura-puraanku. Mencoba menari diatas duri yang semakin diinjakkan semakin sakit. Dan jika dilepaskan pasti membekas. 
YaAllah .. Rasanya ingin sekali aku mencoba terbang kesana kemari hanya untuk menghiburkan diri
Untukmu bunda ku tunjukan segala kekuatan ku.
Untukmu bunda ku berjanji bakal menjadi perempuan shaliha yang Dia inginkan.
Dan untukmu bunda terimakasih . 
Kali ini tangisku pecah. Kali ini juga iman ku butub penyegaran karna telah lemah. Dan kali ini bintang itu redup.


#write#blackinwhite#belajarnulis#curhatan#bintang#pelitabintang#mae#callstar

Minggu, 01 Maret 2015

Hujan

21.45 Posted by Unknown No comments
Langit masih terlihat gelap 
Anak manusia masih sibuk terlelap
Masih dalam dekap 
Tubuh ini masih menyusup

  Perlahan rintik hujan membasahi bumi
  Diri ini masih terbujur diselimuti 
  Hangat, dalam dekap sanubari 
  Aku masih disini 

Aku masih menunggumu
Aku masih selalu merindu
Aku selalu ingin berdua denganmu
Aku masih disini dengan harapku 
Butiran hujan aku sampaikan padamu 
Ku titipkan rindu padamu 

Capsici frutescentis fructus

09.00 Posted by Unknown No comments
Langit sore dihari itu sangat cerah, burung sibuk berlalu lalang diudara bernyanyi kesana kemari menghibur diri yang sendiri. Terbang beramai-ramai menghiasi langit berwarna jingga. 
Gadis adalah remaja tanggung usia yang sedang duduk di pinggiran sungai batanghari sambil menikmati jagung bakar dan es tebu yang dipesannya 15menit lalu. Jemarinya bermain indah dilayar gadget nya sembari menunggu Bintang sahabat kentalnya. Katanya sekental cendol *apalah*
20menit berlalu barulah tampak batang hidung Bintang yang pesek ini. 
"Heii Dis. Sendiri aja? Mana temen nya?" Goda Bintang seraya duduk disamping remaja cantik rupa itu
"Alah lama amat dasar karet!". Gerutu Gadis
"Eh maaf lah tadi aku itu lagi nulis".
"Sok banget nulis. Emang nulis apaan?"
"Nulis pinggang hahaha aku habis lari". Jawab Bintang sambil menyeruput es tebu punya Gadis.
"Kamu ih orang seriusan!! Bukan nulis pea lurusin pinggang yang bener. Lari dimana? Taman ato Korem?". Gadis balik bertanya dengan nada jengkel dan melotot
"Bodo amat suka-suka sih ih. Lari dari kenyataaan Gadiiiss hiks hiks hiks". Jawaban Bintang kali ini membuat Gadis semakin sebal dan keki. Gadis memilih diam dari pada terjadi peperangan dunia ke5. Suatu kesalahan bertanya kepada Bintang remaja yang satu ini selalu memiliki semboyan hidup SERSAN (SERiusSANtai) kalo lagi dalam masa-masa ujian. Ujian apapun tu baik Kuis, UTS atopun UAS semboyan nya lain lagi DKL(datang, kerjakan, lupakan)
"Dis...". Suara Bintang memecah lamunan wanita disampingnya yang dari tadi asyik menyaksikan matahari terbenam.
"Hmm kenapa?" Jawabnya sambil memutar arah pandangannya ke arah Bintang
"Aku mau ikut tes polwan sekali lagi boleh gak ya?". Kali ini Bintang lebih serius dan meletakkan Handphonenya dimeja.
"Boleh!! Aku setuju kamu itu pantes nya emang jadi polwan gak ada banget tampang manusia kesehatan dari raut wajahmu Bi". 
"Ah gila ! Ya mana tahu rezeky nya saat ini ya Dis". 
"Yapp butuh apa aja buat tes?". Tanya Gadia sambil membuka dompet berwarna merahnya.
"Belum tahu berapa yang jelas uang gaji ku bulan ini lebih dari bulan kemarin. Gajinya full". Jawab Bintang seraya membenarkan posisi duduknya. Kembali melihat kilauan matahari terbenam.
"Kalo butuh sesuatu bilang aja. Entar biar aku sampein ke mama dan ayah. Uangku juga ada".
"Makasih tapi aku gak mau buat repot orang lain. Kita pulang yuk. Udah puas kan duduk sore disini?" Bintang berdiri sambil memperbaiki tali sepatu keta buteknya dan jelan jeans yang ia kenakan.

-
Sore ini Bintang dibuat dilema oleh keadaan. Kebetulan hari ini ia off buat kerja di apotek jadi ia bisa menyaksikan senja bersama sahabat karibnya. Gadis temannya sejak dibangku SMP. Berkenalan saat masuk tes di salah satu sekolah menengah pertama yang ternama dikota nya. Kecocokan lah yang membuat mereka saling bertahan dan kompak sampai detik ini. 
Detik berganti menit , jam terus berputar menunjukan pukul 21.45 wib. Waktu dimana rawan-rawannya mata untuk tidur tetapi Bintang baru bergerak menyelesaikan laporan praktikum. Terlalu cepat untuk dia mengerjakannya kali ini. Yang pasti saat ini fikiran bintang bercabang. 

-
Pukul 00:55 wib. Semua laporan praktikum berhasil diselesaikan nya dengan rapi. Namun mata nya belum bisa tidur. Tubuhnya masih terjaga. Otaknya terus berfikir.
"Dis.. Udah tidur?". Pesan singkat dilayangkannya ke nomer Gadis. Beberapa menit pesan itu belum ada balasan. Mencoba menelpon tapi tetap saja tak ada jawaban. Bolak balik diatas kasur. Lalu diambilnya kertas dan pena. Mencoba menjemput kantuk ia menulia puisi. Ya sudahlama sekali tidak menulis remaja ini.
"Hallo bintang!! Kamu gak bangun? Gak kuliah?" Suara Gadia diseberang telpon membuat bintang sontak bangun dan duduk sambil merapikan rambutnya.
"Buset lupa aku ini masuk pagi. Thank's udah bangunin aku ya dis". Bintang menjawab langsung mematikan telpon fan bergegas mandi. Kebiasan bintang memang bangun tidur dengan waktu yang terpepet. Dan selalu terpepet. Wajar saja bintang dijulukin miss late. *hihihi 
Gadis kuliah di UNJA sedangkan bintang kuliah di AKFAR. Kini tempat kuliah lah yang memisahkan mereka berdua. Tak jarang mereka berdebat karna waktu bermain tidak ada. Kerap kali cemburu meledak-ledak jika salah satu dari mereka sukses hangout bareng temen kampus.
"Assalamualaikum pagi buk pagi pak". Sapaan khas bintang setiap pagi kepada dosen yang kadang datangnya berbarengan dengannya.
"Pagi juga Bi. Terlambat lagi?" Salah satu dosen cowok menjawab saapannya
"Heheh maaf mas dwi eh pak dwi iya telat nih mana praktek. Duluan ye bos" sekonyong-konyong bintang berlari menuju labor Kimia organik. Sesampainya di depan labor dosen dan sebagian temannya telah duduk mengisi bangku dan menyiapkan alat praktek.
"Terlambat lagi? Udah terlambat gak pake baju labor lagi". Cetus salah satu asisten labor di depan pintu masuk
"Maaf kak. Ini baru mau pakek tapi saya boleh masuk kak?". Jawab bintang sambil memasang baju labor dan menyiapkan kotak praktek.
"Cepet !!". 
Praktek berjalan lancar sepertia biasa manusia yang keluar pertama kali darinsemua laboraturium itu ialah Bintang.
Hari berjalan lancar . Terus berjalan dengan baik sampai tiba harinya test polwan itu dilaksanakan. 
"Pagi ini aku kumpul di  Gor kota baru. Lanjut jam 2 siang ke SPN pondok meja. Do'ain aku ya dis". Suara Bintang gemetar di ujung telpon.
"Iya semoga lulus ya Bi. Jangan capek-capek, makan jangan telat ya ndan". Jawab Gadis dari seberang sana.


-
"Nomer peserta selanjutnya. Atas nama Indah Ajeng Sulistio Rini. Suara polwan dari bawah terdengar jelas melalui mikrofon.
"Siap ! Saya !" Jawab nya dengan tegas dan bergegas kesumber suara.
"Pagi. Kamu indah?" Tanya petugas dibagian awal
"Siap iya pak. Tapi panggil saja Bintang". Jawabnya samb mengecek berkas yang ia susun di bangku bagian atas tadi
"Baiklah. Kamu kuliah?"
"Siap iya pak. Di farmasi"
"Wah hebat. Kenapa masih mau ikut tes polisi? Padahal gaji farmasis kalo kerja lebih besar dari seorang polwan."
"Siap ini cita-cita saya pak. Oh ya apa bapak suka makan capsici?"
"Apa ?? Capsici?" Raut wajah petugas kepolisian itu terlihat bingung
"Siap iya pak. Suka ato gak pak? Bintang berbalik nanya
"Itu sejenia makanan?"
"Siap iya pak. Makanya saya tanya bapak. Masa sejenis hewan pak" jawaban bintang sambil tertawa.
"Hemm dari namanya saya gak tahu itu makanan apa. Ngomong-ngomong soal makanan. Kamu umurnya berapa?"
"Pokoknya enak. Bapak pasti ketagihan kalo makannya. Saya 19tahun pak baru 4hari yang lalu."
"Boleh saya mau kalo gitu. Oh baru kemaren berarti kamu baru ulangtahun? Jadi mau traktir bapak?"
Sambil cengengesan bintang menjawab lurus. "Beh boleh bapak mau makan dimana? Kita makan bareng tapi yang bayar bapak. Hehehe gimana pak? Tapi saya kasian kalo mau kasih bapak capsici itu nanti bapak malah ketagihan ke toiletS heeh bercanda maaf ya pak. Habis capek sih"
"Kamu ini bisa saja. Mana cape kamu dan saya? Iya tidak masalah dari sekian ribu casis yang berani membuat saya tergelak hanya kamu. Anak yang berisik. Ini berkas mu lengkap anak cerdas". 
"Siap terimakasih pak". Bintang berjabat tangan. Sambil menunggu pengumuman kelulusan bahan kedua itu bintang mampu membuat teman-teman baru nya tergelak gara-gara ceritanya tentang Capsici . Tidak sedikit yang mengetahui bintang. Rata-rata teman baru nya kenal akan ciri khas jalan dan logat bicaranya bintang. Ditambah lagi dengan tingkah bintang yang asik dan menyenagkan. Walaupun baru kenal bintang mampu menyesuaikan diri. Satu per satu nomer casis disebutkan untuk berangkat ke SPN dan alhamdulilah satu diantaranya ada nomer Bintang. Bersama teman nya yang lain bintang cekatan untuk baris mengambil posisi siap. Sekian menit berbaris dipintu keluar dengan sigap bintang menemukan motor nya. Mencari-cari teman yang bisa diajak barengan untuk ke SPNz bintang tak segan dengan wanita maupun lelaki. Semua disapa dengan ramah seakan sudah mengenal lama. 
Membutuhkan waktu kurang lebih 25menit untuk sampai ke SPN. Bintang bermotor dengan teman barunya yaitu Ani. Umurnya 2 tahun diatas bintang. Perjalanan berjalan baik meski terik menyengat kulit bukan halangan bagi bintang dan seluruh temannya. 
Setibanya di lokasi teman-temannya pergi mencari tempat untuk mengganti pakaian. Tetapi karna kebiasan bintang yang serba kepepet alhasil beberapa orang teman yang sedang duduk bersamanya belum mengganti pakaian. Bintang sangat suka ditanya dan bertanya itulah sebabnya, bintang cepat sekali memdapatkan teman baik itu sepantaran lebih muda atau lebih tua darinya. 
"Jam karet katanya jam 2 siang. Sekarang udah jam setengah 4 sore belum mulai tuh". Celetuk salah satu wanita disampingnya.
"Untugkan Bintang enggak ngebolehin ganti baju cepet? Lagian pakaian yang dikenakan itu putih kalo kita duduk seperti ini pasti kotor". Jawab bintang santai sambil memperbaiki potongan rambut barunya
"Bener kamu itu bener wah asik sekali kalo bisa pendidikan bareng kamu besok bi". Temen wanita di depannya menyambar
"Aaammiiin. Semoga yaRabb". Jawabnya sambil tersenyum. Keadaan hening sampai bel peringatan untuk berkumpul berbunyi. Bintang sudah siap dengan celana putih pendek dan kaos putih oblongnya. 
"Dek gak risih pake baju dan celana berlapis-lapis?" Tanya Ani teman semotornya.
"Enggak kak malah yang gak berlapis itu yang risih. Kan kek tango , berapa lapis? RatusanZ hahahah" jawab bintang sambil tertawa dan memeluk erat Ani teman barunya. Hari semakin malam tetapi kelompok bintang baru menyelesaikan 5 tahap tes. Masih ada beberapa lagi sambil menunggu ada saja ulah bintang yang membuat teman dan bahkan petugas yang lelah tertawa. 
Jam menunjukan pukul 1 dini hari. Test tahap akhir yang dilakukan bintang yaitu test bagian dalam. Lokasi tes nya terpisah jauh. Setelah menjalani serangkaian tes kini penetuan nya untuk melanjuti tahap tew berikutnya.
"Kita nunggu jemputan aja ya?" Suara dokter kandungan dari ujung ruang tes
"Lama kali buk. Emang kalo jalan sendiri kenapa bu?". Tanya bintang seraya berdiri dan mendekati dokter cantik itu
"Loh jalan kamu kenapa seperti itu nak? Ya nunggu aja soalnya udah malam apa mau jalan sendiri?" Dokter itu sekarang tepat disamping bintang sambil memegang bahu bintang
"Sakit bu habis dari dalem tadi. Aneh perasaannya. Maaf ya bu. Oh gitu tapi tidak maslah ko bu kalo jalan. Biar saya di depan atau saya paling belakang." Jawab bintang mantap dan tegas. Setelah difikirkan akhirnya selurus peserta dan perawat serta dokter pun mau berjalan menuju aula depan. Dengan posisi bintanglah yang paling depan. Sepanjang perjalanan bintang asyik bercerita dengan rekan dan dokter serta perawatnya. 


-
"Dengan berat hati saya umumkan nomer casis yang gugur. Dan bagi yang tidak lulus masalahnya bisa ditanyakan ke petugas pada saat pengambilan nomer" Suara pak polisi itu jelas terdengar walaupun serak dan dalam keadaan mati lampu. Salah satu diantara ada nomer bintang yang disebutkan. 
"Izin bu maaf saya tidak lulus karna apa ya?" Kata-kata bintang datar sambil menatap jam tangan
"Nomer berapa nak?" Tanya ibu tu
"78 bu nomer tangan." Jawab bintang sambil menunjukan nomer yang tertera dipunggung tangan. 
"Tensi darah kamu tinggi. Dan kamu ada benjolan di payudarah sebelah kiri, apa sebelumnya kamu belum chekup?" Ibu itu menerangkan pada bintang yang melemah
"Kok darah saya bisa tinggi ya bu? Tidak sebab saya tidak punya uang karna saya tes ini orangtua saya awalnya tidak tahu dan tidak mendukung. Lihat saja hanya saya yang bertanya kepada petugas seorang diri tanpa orangtua atau sanak sodara lainnya. Kalo begitu terimakasih bu" jawab bintang langsung meninggalkan meja informasi. Diluar teman-teman bintang menunggu dengan haru. Diantara mereka juga ada yang tidak lulus. Setalah bertemu bintang dan 6 orang temannya berpelukkan serta saling menyemangati. 
"Bi pulang sama siapa?" Tanya salah satu temannya.
"Rame nih , kenapa yas?" Dari ucapan bintang terlihat jelas bahwa bintang sangat hancur. 
"Pake motoe? Bawa jaket enggak? Nanya doang ko hatihati ya. Minta nomer telepon dong". Bintang hanya senyum dan sedikit bergurau. Selepas dari memberikan nomer telpon bintang meluncur pulang. Jam menunjukan pukul 4 pagi tanpa melihat jam tangan bintang tahu karna semua pedangan sayur melaju melintasi jalanan yang sepi. Hujan rintik-rintik ia mengendarai motor dengan kecepatan 40km/jam. Hatinya pilu, dia tidak sedih karna tidak lulus dia sedih karna orangtua nya tidak datang atau menelpon sekedar bertanya keadaan nya saja. Jam setengah 5 dini hari saat muazin melantunkan irama merdu ayat-ayat al-qur'an bintang baru tiba dirumah. Tanpa banyak komentar. Bintang masuk ke kamar dan tidur masih dengan kaos kaki dan kaos oblong serta celanna pendek yang ia kenakan saat tes. Bintang tidur saat azan yang dikumandangkan muazin di masjid terdengar. Hanya mampu menangis dibawah bantal yang dapat dilakukan olehnya. 
Beberapa hari bintang tidak memancarkan sinarnya. Masih diam membisu didalam rumah. Sampai Gadis dan sahabatnya LEMON datang buat menghibur lara yang ditanggung oleh bintang.

-
Ya, apa alasannya judul cerita ini Capsici frutescentis fructus?? Rasain aja cabe rawit kecil dimakan satu biji pedes ya enggak berasa. Sama halnya dengan persahabatan. Sekecil apapun teman , seberapa banyakpun teman kalo tidak bersama dan saling dukung tidak akan indah. Lain halnya dengan cabe rawit yang dipisahkan beberapa banyak untuk di ulek dijadikan sambal pasti pedas. Begitu juga sahabat kalo bersatu pasti bahagia pasti terasa kebersamaan dan kasih sayangnya. 
Selain itu cabe rawit juga tumbuhnya gak bisa asal. Sesuka hati manusia mau menananm bijinya dimana. Sama dengan rezeky. Rencana Allah itu lebih indah. Percayalah buat kalian yang merasa gagal dan sendiri Allah itu maha baik. Allah memberikan sahabat yang sholeh dan sholeha itu dijaga jangan dibuang. Karna mencari sahabat itu tidak mudah seperti mencari musuh. Dan buat rezeky Allah juga udah ngasih yang terbaik ko. So, jangan sedih lagi. Selalu ada cara dan jalan buat kita meraih sukses. Terimakasih


#belajarnulis#menuhin janji#sahabat # @aizeindrayoga.wordpress.com @saoscabe.com