Jumat, 18 September 2015

Hampir Saja Aku lupa

20.06 Posted by Unknown 1 comment
Waktu begitu saja menghantuiku. Sejak tadi aku juga belum bisa tidur. Sekarang pukul 00.28 Wib. Dini hari, 19 September 2015 sunyi sekali. Ibu bapak dan adik ku semua sudah tidur. Tidak dengan aku yang dari tadi masih memikirkan dia. Dia yang tidak pernah mencoba untuk memikirkan ku. Hmm biar saja, karna mikir itu sungguh menguras energi. Kurasa cukup hanya aku yang merasakan itu. 
Aku masih sibuk dengan layar gadgetku. Membiarkan jari ini menari diatas layarnya. Menjamaah segala aplikasi yang ada, mulai dari line,bbm, path, Ig dan ini aku menulis tentang dia lagi. 
Tak jarang nyanyian nyamuk menemaniku, suara jangkrik yang menginginkan hujan. Namun hujan tak juga turun.
"Hampir saja aku lupa, aku ini bukan siapa-siapa." Kataku pada diri sendiri. Bodoh sekali . 
Ya jujur saja aku menulis ini dengan segenap rasa rindu yang tentu saja tertuju. Tidak aku akan menuliskan tentang dia sampai nanti , esok dan selamanya. Tidak semata-mata hanya tentang dia tidak. Andaikan dia tahu. Tak harus tahu ku rasa. 
Dingin semakin menyelimuti tubuh yang sudah meringkuk ini. Mecari-cari kehangatan supaya kantuk cepat datang. Nyatanya tidak, mataku masih saja segar seoalah aku sedang menantikan sesuatu yang tak mungkin terjadi. 
"Aku berharap kamu ada, sungguh aku rindu." Mataku perlahan mulai meredup. Menutup membiarkan mimpi merajai diri.
-
Kesiangan lagi. Jelaslah tidur jam berapa aku semalam. Kalian pasti semua sudah tidur saat aku masih terjaga. Pasti. Aku tidur jam dua pagi. 
"Put mbak nebeng pagi ini ya." Kataku 
"Iya mbak nanti pute' jemput." Jawabnya. 
Aku berbenar diri, membereskan kamar. Lalu mandi dan bersiap ke kampus. Hahaha iya tetap ngampus dan selalu ke kampus. Meskipun hari sabtu.
Lepas itu, wah ada line dari mas zein.
"Iya sudah." Katanya
"Assalamualaikum mas Zein." Jawabku
"Waalaikumsalam, selamat morning good pagi."
"Wahh jangan lupa beri kebahagian pada yang lain. Dah hapal keknya."
"Ucapan semangat. Hehehe"
"Yowes kerjokerjokerjo"
"Oke."
Aku bersiap seperti pagi-pagi biasanya. Mengenakan seragam olahraga, sepatu sport run. Warna abu-abu kombinasi ungu. Tatobag Vespa. Masih dengan niat yang sama, harus nya aku sadar bahwa tidak seharusnya begini. Sudahlah lupakan. Tak lama dari itu Putri datang menjemputku. 
-
Sesampai di kampus , aku dapat kabar bahwa SIJ diundang di dua acara satu acaranya nanti malem dan satu lagi besok siang. 
Suasana kampus seperti biasa ramai, tapi tak ada dosen kampus alias hanya ada dosen dari luar. 
Pagi ini aku belajar bahasa Indonesia. Yaps. Lepas pelajaran
"Pak maaf gimana caranya masukin tulisan atau memuat tulisan dalam koran dan majalah ya pak?" Tanyaku
"Buatlah tulisan yang bisa di baca seperti riset tentang obat. Nanti berikan ke bapak biar dibaca dulu lalu nanti bapak bantu masukan." Jawabannya membuat aku senang. Tapi aku harus memaksakan otak untuk menulis yang bukan karakterku.
Hari terus berlalu, semua relawan menanyakan kepastian untuk acara nanti malam. Ku fikir biarlah ku ajak Putri. 
"Dek nanti kita ke RC kafe ya. Ada acara stand up comeedy." Kataku sambil memasukan buku dan pena kedalam tas.
"Jam berapa mbak? Bebas sih." 
"Jam 7, sampe jam 9 malem."
"Oke kabarin aja mbak."
Wakti menunjukan pukul 12 siang, kami melaju pelan . Sepanjang jalan aku hanya diam sesekali bernyanyi mewakili isi hati. Sesampai dirumah. Aku hanya tiduran dan mempersiapkan diri untuk menghadiri acara resepsi abang sepupu menikah.
-
Pukul 17.50 Wib. 
Aku bingung putri gak ada jawaban. Harus pergi dengan siapa? Oke baiklah aku coba menghubungi bang Jaya.  Temanku juga. Siap dia bisa. Fix malam ini kita pergi ke acara stand up comedi yang lagi ulangtahun. 
"Jam berapa acara nya?" Tanyanya.
"Jam 7 malam bang."
"Oke abang siap"
Tiba-tiba saat aku sedang asyik menonton Tv. Ada Suara motor di depan rumah. Aku shock. Siapa fikirku, sedang aku belum bersiap hendak pergi.
"Assalamualaikum, bu apa kabar?" Sapanya pada ibu. Aku segera berlari masuk kamar. Bersiap. 
"Waalaikumsalam. Baik jay, silahkan duduk jay, ambil minum dek." Kata ibu ku.
Selang beberapa menit. Aku selesai berpakaian rapi. Malam ini aku pakai celana dasar hitam dan kemeja putih serta lengkap dengan pashmina hitam. Tanpa aksesoris, seperti biasa casual. Ah kenapa jadi deg-degan begini? Biasa saja jeng. Come on ah. 
"Kok abang gak bilang sih kalo mau jalan kerumah." Gerutuku
"Janji jam berapa ?"
"Jam 7 "
"Sekarang jam berapa?"
"Heheh jam 7."
"Salah siapa?"
"Iya maaf"
Kami pamit dan pergi dari rumah. Sepanjang jalan dia bercerita tentang seorang mantannya. Aku hanya menjadi pendengat setia. Terbesit rasa bahagia mendengar dia begitu. 
"Kita makan dulu ya, adik belum makan kan?" Tanya nya. Sambil mematikan mesin motornya.
"Ha? Iya" jawabku bengong.
"Bang pesan satenya 2 porsi ya." Katanya pada si penjual sate.
"Mmm tapi masih kenyang." Kataku sambil menarik bangku.
"Abang beli teh botol dulu. Duduk disini."
"Iya. Jangan lama-lama"
Dia pergi dan berlalu. Sungguh bahagia. Aku tak bisa menceritakan. Sudah berapa lama aku dan dia tidak ketemu. Dan sekali ketemu, dalam keadaan sama-sama sedang sendiri. Ah ! Sial kenapa gini jadinya. Sssstt dia kembali. Sate yang dipesan sudah di atas meja. 
Aku mengambilkan sendok dan membersihkan nya menggunakan tissue untuk alat dia makan. 
Selesai makan.
"Dek," katanya, sambil menghidupkan api rokok.
"Iya bang?"
"Abang dulu pernah suka sama teman Smk abang. Cuma belum pernah disampaikan."
"Yah sayang banget kenapa gitu? Sekarang?"
"Karna belum sempat. Kemarin dia ada add Fb abang dan sekarang Smsan."
"Sampaikan saja masalah ditolak belakangan. Karna perempuan itu pasti liat pengorbanan."
"Sejauh ini responnya positif. Dan besok abang mau ambil cuti biar bisa ke padang."
"Dia di padang?"
"Iya. Menurut adek? Gimana?"
"Bang, kan abang yang ngerasain. Bagus sih kalo emang maunya gitu." Kalian tahu? Saat aku ngomong sok dewasa gini ada sedikit kebodohan yang aku lakukan.
"Iya niat nya akhir tahun ini."
"Bagus semoga lancar bang." Kataku dan langsung mengajaknya pergi. Aku diam sejenak di atas motor yang sedang melaju menuju RC kafe. 
"Jadi habis kuliah mau kerja atau kuliah lagi?" Seketika dia memulai pembicaraan. Dan membuyarkan lamunanku.
"Kerja. Merantau." Jawabku tanpa intonasi. Datar
"Gak usah merantaulah. Dijambi aja."
"Sekalian cari jodoh."
"Diluar kota?"
"Hhehe iya . Ajeng pengen kerja di industri."
"Oh baguslah kalo gitu."
Sial sampai di lokasi , bbm dan sms gak di respon dengan bang rieo. Akhirnya kita pulang.
Sampai dirumah lagi. Sempat aku meminta dia untuk memoto. Iya foto tangan kita berdua. 

Cukuplah rindu 
Diam tak lantas membuatku bahagia. Melaikan semakin tersiksa.
Kau datang disaat yang tepat. Ku rasa cukuplah rindu yang tahu.

#Jambi19 september2015

Kamis, 17 September 2015

Selamat Ulang Tahun , Kamu.

21.32 Posted by Unknown No comments
Ku kira takkan bangun tepat waktu. Ternyata . Alhamdulilah semua sempurna. Aku terbangun dan mencari handphoneku. Seketika mataku berbinar. Segar. Semacam ku bangga pasti pesan ku yang pertama. Tidak. Itu tidak mungkin dia rasakan. Apalagi seorangan aku ini ? 
"Hallo. Assalamualaikum, happy brithday bang. Barakaallah fii umrik." Pesanku terkirim padanya. Aku tinggalkan handphone di atas meja dalam keadaan ter-charger. 
Aku tidur kembali sesambilnya mengharapkan balasan dari nya. Besok pagi. Atau mungkin tak dibalas. Ntahlah. 
-
Mati aku kesiangan. Jam 05.38 Wib aku terbangun dalam keadaan bahagia. Aku tersenyum sambil merapikan tempat tidurku. Berharap Bbmku di balas dengan yang kuharapkan. 
Yes ! Dibalas, kalian pasti tahu bagaimana senangnya hatiku? Kalian yang pernah jatuh cinta. Jelas saja bbm ku di balas berlanjut sampe aku di kampus.
Waktu berjalan begitu cepat. Aku bersiap menuju kampus. Rapi. Jelas saja karna pagi ini semangatku membara lagi. Semangat yang dulu hilang, layu bahkan mati. Pagi ini semua seperti disulap. Terimakasih untuk kamu.
"Isun, yang lain mana?" Tanyaku 
"Udah di musholah mbak. Senang sekali?" Kata Isun sambil tersenyum. Sontak aku langsung memeluk nya. Menggambarkan kebahagianku. Semoga tidak sekejap saja. Aku terus semringah. Sampai ke musholah. 
"Mbak ajeng! Sini." Salah satu perempuan meneriaki ku. Aku langsung mencari sumber suara.
"Haii, eh hari ini Dia ulang tahun." Kataku saat duduk didepan Ulia.
"Terus? Udah diucapin?" Tanya nya lagi. 
"Udah. Dan di balas. Ah tapi bukan mbak yang dia inginkan pertama kali. Mungkin ada yang lebih nyata datang padanya."
Yasinan dimulai. Semua sibuk dengan buku Yassin nya masing-masing. Ada yang diam saja. Ikut mengaji bahkan ada yang bercerita. Begitulah mereka semua.
-
Pelajaran dimulai. Kalian harus tau berapa kali dalam seminggu bu Lailan ini masuk ke kelasku. Sungguh mengantuk. Dan hari ini pembagian nilai Quis hari selasa kemarin. Nilaiku? Memuaskan. Itulah kadar kepintaranku. Aku bangga karna itu menguji kualitasku. Dibawah 60 memang. Tapi alhamdulilah. 
Masih dalam keadaan bahagia. Puas rasanya dengan nilai yang segini. Pelajaran terus berjalan dengan lancar. Sesekali aku menguap karna kantuk yang tak ketulungan.
"Bu slide nya boleh di print gak? Buat di pelajari terus minggu depan di diskusikan." Kataku sambil mengacungkan tangan.
"Ajeng, di print juga gak dibaca. Buktinya itu nilainya." Jawab bu Lailan sambil terkekeh. Sontak saja sekelas tertawa melihat ekspresi wajahku. Dengan santai aku menjawab.
"Yah kan kata ibu jawabnya dengan kata kita sendiri."
"Iya, tidak masalah kalo seperti itu. Nanti ibu bagikan"
"Janji bu, minggu depan nilainya naik." Kataku lantang sambil tersenyum. 
Beberapa hari lalu memang ada Quis yang diberikan oleh beliau dan saat itu aku duduk di belakang. Gimana mau nilai tinggi duduk aja gak konsen. Sekali lagi aku jelaskan. Aku bangga dan bahagia.
-
Pelajaran selesai. Kelas lengah, sepi satu persatu dari teman kelasku pada pulang. Aku berjalan keluar kelas dengan ransel hitam yang sering aku kenakan. Menyusuri koridor kampus yang di penuhi kabut asap. Masih saja terjadi dan ini semakin parah. Menyengat sekali bau dari asap ini. 
*tingtong* tanda bbm masuk.
"Makasih ya dek ({})" Kuterima balasan bbm dari arief. Kalian tahulah ya bagaumana rasanya. Ah andai kau tahu din. Hah!! Kesebut namanya. Ada yang dengar tidak ya?! Dan kalian akhirnya tahu kan siapa kamu nya aku itu? Ya dia teman lama ku yang sampai saat ini masih aku tunggu dan aku yakin akan hal itu. 
Aku berjalan menuju kantin. Dibelakangku ada Anggun yang juga mau ke kantin.
"Mbak! Tunggu!" Tangannya melambai padaku. Aku yang masih berdiri diujung jalan menunggu kedatangannya. Kami berjalan ke kantin dan memesan makanan. Tak lama kemudian, yang lain menyusul.
"Kita nanti cuma bertiga belaskan?" Tanya Ana kepada yang lain. Aku yang berada didepan nya langsung spontan menjawab.
"Iyalah kan kita Anniversary." 
"Jam berapa kalo gitu?" 
"Jam berapa yang lain?"
"Jam3."
"Jam4." Oke fix jam empat sore di DineNChat. 
Aku berencana pulang. Tapi sesampainya di dalam kelas. Teman-teman yang lain memegang kertas yang tempo hari di kumpulkan dengan dosen Mata Kuliah Metlid. Bu Anna. 
"Mel yang punya ku mana ya?" Tanyaku kepada melisa.
"Dikelas mungkin jeng. Coba liat." Sambil tegak dan menunjuk ke dalam kelas. Setangah berlari aku melihat meja dosen. Tidak ada. Kertasku tidak ada disana. Dan ternyata kertasku di dalam laci. Dua dari judulku diteruskan. Alhamdulillah ya Allah. Satu langkah menuju kesuksesan. Ibu dan bapak serta zaddin harus tau. Aku langsung memberi tahu kepada zaddin. Meskipun baginya tak penting. Tapi haruslah kau tahu. Kau itu penting bagiku. 
Aku pulang dengan rasa yang begitu bahagia. Kali ini aku mengantarkan Ana pulang. Rumah nya di daerah thehok. Tidak jauh dari kampus. 
"Makasih mbak Ajeng." Katanya sambil memegang bahuku.
"Sama-sama jalan duluan ya dek." Jawabku dan begitu saja berlalu.
Jalanan semakin berkabut, baunya pun tak sedap. Mataku nyaris perih dan merah serta berair. 
-
"Assalamualaikum." Salamku sambil membuka pintu rumah. Ku lihat siang ini bapak gagah sekali dengan baju koko warna marun dan sarung senada. Menjawab salam ku dengan cinta.
"Waalaikumsalam."
Aku masuk kerumah dan segera memberi tahu ibu bahwa judulku di setujui. Ibu senang, nampak dari raut wajahnya. Kali ini aku tidak ingin membuatnya kecewa lagi. Harus membuatnya bangga. 
Aku dipersilahkan istirahat, terbaring di depan Tv. 
"Eh jeng beli lah dulu nasi bungkus buat bapak." Kata ibu sambil mengambil dompet dalam tasnya.
"Baiklah bu, berapa banyak?" Tanyaku 
"Buat bapak saja. Sama belilah ayam buat Sintia." Sintia adik perempuanku.
Aku pergi dengan menggunakan motor. Melaji dengan kecepatan sedang. 
"Kamu harus tahu, aku disini menunggumu. Bukan hanya kepastianmu. Dan ya aku tahu jawabannya apa." Aku berdialog sendiri. 
-
Bapak dan ibu makan, aku tidak. Masih kenyang. Selepas makan bapak tertidur. Mungkin pengaruh obat. Karna bapak masih harus terus minum obat.
Aku pun tertidur. Tak sadar kalau ada telpon dan bbm dari teman-temanku. Aku terbangun dari tidur siangku pukul. 14.55 Wib, duduk dan langsung minum air mineral yang berada di atas meja Tv.
"Ibu mana pak?" Tanyaku 
"Tidak tahu kemana," 
"Ke bawah kah? Mmm nanti mbak mau pergi beli buku." 
"Iya hati-hati jangan lama."
Aku bangkit dari duduk ku, dan berjalan menuju dapur. Ku dapati, handphone ku penuh dengan pemberitahuan . Salah satunya dari kak Yani. Salah satu relawan SIJ. Pada tahu kan SIJ itu apa? Sahabat Ilmi Jambi. Kebetulan sekarang aku dipercaya untuk jadi CO divisi pendampingan. Kak Yani mau nelpon, tapi aku harus beres-beres rumah dan pergi. Mungkin nanti bisa.
"Maaf kak Yani, ajeng lagi diluar. Gimana kalp nanti kak?" Kataku
"Iya nanti kalo udah bisa di telpon kabarin ya Jeng." Jawabnya.
"Iya kak."
Jalanan sepi, mungkin karna kabut asap yang kian hari kian menebal. Menyebabkan kebanyakan orang enggan buat keluar rumah. Gramedia toko buku pun sepi dari anak-anak sekolah ataupun mahasiswa. 
Berjalan sendirian menaiki anak tangga. Melihat satu demi satu buku yang tertata rapi di atas rak nya. 
Aku mencari buku yang berhubungan dengan perkuliahanku, dapat. Satu ya tentang metodologi penelitian. Baiklah satu lepas bebanku. Mungkin buku ini sangat membantuku. 
Bukan cuma kamu yang ulang tahun hari ini dan bahagia Din, tapi aku dan sahabatku hari ini akan merayakan Anniversary yang kedua tahun. 
Ya Lemon . Nama kelompok sahabatku. Bukan sekedar sahabat, melainkan sudah menjadi keluarga kedua. 
Akhirnya semua berkumpul. Berfoto, tertawa bahkan juga menangis bersama. Sudah rutinitasnya. Kami semua selalu bagitu.
Jambi sedang rawan-rawannya padam listrik. Jadi aku pulang jalanan pada mati lampu. 
Aku pulang mendahului yang lain. Karna ibu sudah menelpon dan ku fikir bakal jadi berangkan ke Sarolangun. Ternyata salah. Tidak jadi. 
-
"Jeng kakak bisa nelpon sekarang?" Pesan dari kak Yani.
"Bisa kak." Kataku, tak lama handphone ku berdering. Telpon masuk dari kak yani.
"Hallo Assalamualaikum?" Katanya diseberang sana.
"Waalaikumsalam kak. Apa kabar kak?" 
"Baik, Ajeng apa kabar?"
"Baik juga, gimana kak? Ada cerita apa kak?"
"Iya kaka, mau diskusi tentang Sij nih."
"Hayok kak jadi ini proker ajeng."
Aku menjelaskan secara detail.
"Iya bagus, insyaAllah minggu kita ketemu ya Jeng."
"Iya kak kalo gitu makasih ya kak"
Percakapan kami kurang lebih dua jam setengah. Membahas tentang organisasi sampai tentang sastra. 
Aku bahagia, masih bahagia . Tapi saat ini nafasku sesak. 
23.29 Wib. Masih dengan pena yang ku selipkan di kupingku, dan buku-buku yang berantakan di atas kasur. Nafasku sesak sekali rasanya.
Aku belum juga bersahabat bersama kantukku. Tapi aku sudah berteman lama dengan Rindu. 
Malam ini jam 18.59 Wib aku bbm Zaddin dan tidak dibalas. Ku rasa sudah pas. Tapi tetap aku akan setia.
Selamat malam untuk mu, dan aku akan coba untuk menjemput lelap.

Merpati #2
Benar saja, kau bukan menantikan ku.
Kau tahu?
Aku menantikanmu. Walau hanya dalam mimpi. Ini semua untukmu. Terimakasih sudah menawarkan cinta yang ku kira palsu. 
Bukan, bukan. Ini nyata tapi tak bisa bersatu.
Hmm..
Tapi bukankah, setiap pasangan memiliki pasangan masing-masing?
Merpati pun juga memiliki nya.
Dan dia setia.
Kau tak percaya akan hal itu?
Bohong.
Aku tahu, kau itu tahu. Cuma kau tak mau tahu.
Akan ku biarkan. 
Aku datang dengan segala keadaan. Dan aku siap pergi dengan segala keikhlasan.
Bukan kah cinta itu anugrah. Aku tak menyalahkan sesiapapun. 
Mungkin esok kau kan lebih bahagia. Pastinya denganku. Ntah di dunia atau di akhirat kelak.
Janji-Nya selalu nyata. Dan aku percaya kita akan jumpa. Dengan perasaan yang tak lagi sama.


#Jambi,18 september2015

Cemas , Kikuk Dan Kabut Asap Masih Setia

05.18 Posted by Unknown No comments
 Setalah semalaman berdialog sendiri sebelum tidur. Aku terbangun kembali pukul 05.00 Wib. Tepat setelah 5 menit alarm ku berbunyi dan suara ibu yang membuatku terkekeh.
"Mau sebesar apapun Alarm yang kau nyalakan jika tak niat bangun takkan bangun." Katanya sambil berkecak pinggang di depan pintu kamarku.
"Taraaa aku bangun." Aku bergegas keluar kamar menuju kamar mandi. Segera menggosok gigi dan mengambil wudhu. 
Dingin sekali. Sungguh sampai sakit perut. Tak bisa ku tahan . Selalu begini setiap pagi. 
Waktu terus berlalu. Aku tak bangun sahur dini hari tadi. Tak puasa juga. Karna dari siang kemarin aku hanya makan kerak telor. 
-
"Selamat pagi!" Sapaku pada teman-teman yang duduk di koridor kampus.
"Pagi jeng." Jawab mereka. Aku segara berlalu meninggalkan mereka menuju kelas. Lupa. Titipan Irani.
"Mbak ajeng mana titipan Rani?" Tanyanya.
"Taraaaaaaaa!! Ini dia." Tanganku mengeluarkan sesuatu dari dalam tas
"Selalu mengagetkan. Dasaar." Gerutu Pudil sahabatku juga. Aku hanya nyengir dan berlalu pergi . Pagi ini masih seru. Pasti bahagia. Besok ulangtahunnya. Betapa senangnya aku? Bayangkan saja. Oohhh tidaaaaak. Aku membuka bungkus lolipop ku. Segera ku masukan dalam mulut dan menikmatinya dengan segala perasaan yang ku rasa dapat menenangkan jiwa.
Dosen satu persatu berjalan menelusuri koridor untuk masuk ke kelas masing-masing. Gila pagi ini dengan bu Lailan. Aku bergegas berlari menuju kelas. Ku rasa sayang kalo permen ini di buang. Baiklah ku habiskan dalam kelas akhirnya. Tidak. Aku bersuha memisahkan permen dari batangnya. Nyaris bisa tapi gagal. Syukurnya bisa ku gigit. Pecah . Lumer dan aku bahagia. 
"Gak bawa buku?" Tanya Sam
"Gak. Perlu?"
"Selalu."
"Hahaha belikan aku satu buku yang ini dong"
"Jeng, aku bukan orang kaya."
"Lantas buku ini hanya untuk orang kaya?"
"Aku nge-kost. Dan buku ini setahun sekali aku beli."
"Aku tidak kost. Tapi aku gak bisa beli buku ini."
"Punya buku pun kau takkan nyatat."
"Ha hahaha kau ini"
"Aneh! Autis! Gila! Sampah!"
"Diam hahaha belajar dimulai."
-
Pelajaran selesai. Kalian bisa bayangkan apa saja yang ku lakukan didalam kelas. Aku duduk paling belakang. Bertiga . Yaps. Sam dan Ef . Kita bertiga suka duduk bareng . Dalam kelas. Ketawa dan kadang suka rusuh. Begitulah meskipun berbeda aku tetap bisa menyamakan. Oh jangan salah berfikir. Maksudnya aku bisa mengkondisikan diriku.
Pergantian jam. Bu Lailan pergi meninggalkan mahasiswa yang berada didalam. Sedetik kemudian. Hilang kabur semua kekantin. Termasuk aku yang merindukan freshtea. 
"Apa?" Gila mana mungkin. Dan kau tau? Kalo udah begitu apa?" Kataku sambil menyedot minuman yang ditangan kananku.
"Apa? Kau gila lah ." Jawab Ella temanku.
"Tidak. Bukti nya aku baik saja woo." Beberapa berdatangan lalu pergi pulang. Kelasku selalu terakhir. Heran. Pelajaran bu Ugi? 
"Ibu bilang dia tau jadwalnya jadi jangan di panggil." Kata Kak Putriwulan
"Oh biarkan saja . Baik kita nikmati soto dan mie goreng? Setuju?" Kataku
"Jeng! Berat kakak udah naik jadi 70kg." "Hahahaha" Kantin ramai suara gelak tawa kawan-kawan yang duduk di katin. 
-
Dosen satu ini kurasa tak harus mengajariku lagi. Aku takut dia sedikit, dendam. 
Alamak mati tugasku. Baru ku buat. Sial dikumpul. Seketika wajahku pucat pasi. Ku tarik nafas berupaya menenangkan diri.
"Kau pucat!" Ejek Sam dengan tertawa kecil sambil menutup mulutnya di lanjutkan dengan Ef. "Dan kau tak pernah begini. Kau lempar saja kertas itu."
"Gila!" Nadaku sedikit tinggi. Taktahu kenapa aku merasa takut. Aku malu saja. Hanya resep Tradisional aku tak buat. Memalukan.
Yes pelajaran selesai. Aku bahagia. Wajahku kembali seperti biasa. Cantik. Jelas dong. Hahah tidak biasa saja. 
"Wajah pada segar semua." Suara Sam dan Ef bersamaan.
"Biasa saja akh aku gak tuh ya alah alay." Jawabku sambil megemas buku dan pena. Bohong diatas mejaku hanya ada selembar kertas. Tulisan untuk mu. Ya buat kamu. Terserah pokoknya mejaku rapi. 
"Dan hey ! Mataku kecil sebelah." Rengekki.
"Tidak tahu!" Suara Sam melengking.
"Ah Sam tolong lah liat ini dengarkan aku cepat."
"Tadi kami berdua ngajakin bicara tapi kau bilang alay. Rasakan sekarang."
"Heeheh maaf."
Aku pergi dengan wajah semringah. Lepas senyumanku. Bahagia. Kurasa kau juga bahagia disana. Yap tanpa aku. Mungkin bersama dia. Ntahlah aku masih bingung. 
-
Jalanan ramai, panas sekali. Menyengat sampai ke jangat kulit. Terus ku gas motor meticku. Dari SMP motor inilah yang menemani ku. Yaps hanya bermain. Panjang kisahnya aku bisa mengendarai motor hingga semacam ini. 
Rumah ku tak begitu jauh. Hanya kadang aku yang membuatnya jauh. Berkeliling kalo aku lagi mau saja. Tidak. Kalo aku bersama sahabatku. 
"Assalamualaikum." Salamku sambil membuka pintu rumah.
"Waalaikumsalam." Jawab bapak.
"Ibu mana pak? Adek?"
"Dikantor, belum pulang. Tadi pergi ke sekolah."
"Udah makan pak?"
"Makanya masuk kedalam dulu baru introgasi."
"Hehehe"
Aku melepas sepatu dan kaos kaki ku. Berjalan ke arah dapur dan membuang tas yang ku kenakan ke dalam kamar. Aku berlari ke kamar mandi.
"Air mati." Jerit bapakku. Sial kenapa harus mati . Aku harus mandi karna sungguh gerah siang ini. Ah harus kemana aku. Padahal semua harus ku selesaikan. Video, karton penuh tulisan dan gambar. Semua belum ku laksanakan dan ku kerjakan dengan maksimal. Gugup. Lupakan saja. Barangkali dia tak mengharapkan semua itu dariku. Mungkin dari perempuan lain yang dia tunggu. Dan itu bukan aku. 
"Kenapa mati sih pak?" Tanyaku sambil merapikan rok kampus ku.
"Gilaran. Mungkin tak tau juga."
"Terus gimana mandi?"
"Tingg mandi pakai air."
"Hahaha". Aku masuk ke kamar membersihkan diri. Mengganti baju. Hawai. Ya tanpa ku jelaskan mungkin kalian paham. Kaos oblong dan celana cingkrang gedobrong. Oke bebas. Aku mulai membongkar tasku. Merogoh handphone ku. Dapat. Ku lihat kontak di bbm ku. Ada dia disana. Ku sapa? Tidak. Aku malu sangat malu takut juga. Mungkin kalian bisa bilang aku gila. Tapi imajinasiku masih keras dan kuat tentang dia. Bagaimana tidak. Tapi tenanglah. Setelah bingkisan itu ku serahkan. Dan aku janji. Perlahan akan ku lupakan. Tidak seutuhnya. Tak ku risaukan lagi. Karna ku tahu sudah. Dia tidak menginginkan ku. 
Aku teringat dengan mas Zein, sodara. Karna seiman hehe. Dia pernah bilang.
"Kalo niat dan nganggepnya hanya kawan. Kenapa tidak."
"Begitukah? Tak apa?"
"Kalo mas sih tidak masalah. Karna cuma kawan"
Yap, hanya kawan. Sekedar kawan dan bukan lawan. Bagaimana bisa dia menjadi lebih dari kawan sedang pesan ku saja tak di hiraukannya. Tak penting.
Kamarku tak begitu besar. Sekarang sempit sekali. Karna ranjang dikamar depan pindah ke kamarku. 
Waktu begitu saja ku biarkan berlalu. Sama seperti ku biarkan kamu. Iya kamu , ku biarkan hidup dalam setiap gerak dan langkah ku . Walau hanya banyang semu.
"Mbak. Bapak ke kantor dulu."
"Ya bos. Hati-hati." Kataku sambil ku jabat mantap tangannya.
Giliranku berbaring di depan Tv. Menikmati acara Tv yang kurasa membosankan. Benar saja isinya gosip semua. Tak adakah acara Cartoon atau sastra? Benar. Kau tau aku suka sastra? Sepuluh. Aku sangat suka. Makanya. Sumber imajinasiku adalah kamu. Iya kamu yang disana. Kamu sadarkan? Tidak. 
Aku ingin bercerita tetapi pada siapa? Sahabatku pasti bosan dengan semua cerita ku yang hanya penuh imajinasi. Autis. Gak nyambung. Telmi. Pasti. Aku juga bosan. Mas Zein? Lagi apa? Kerja pasti. Sudahlah jangan ganggu dulu. Nanti saja. Ayoklah sejenak istirahat. 
Tidak aku masih terus berfikir tentang mu. Tak ada habisnya. Jelaslah . Karna kau imajinasiku. Dan mungkin tak bisa ku miliki. Jangan ! Jangan bilang begitu. Bisa karna aku akan selalu. Merayu-Nya.
-
Kurasa aku harus tidur. Aku ingin menjadi orang pertama yang mengucapkan selamat ulangtahun untuknya. Ayolah izinkan aku. Kali ini saja. Buat dia. Iya kamulah . 
Berita ini? Semua dari Mabes? Wah. Jangan-jangan ada dia. Aku Bbm sajalah. Jangan. Harusnya memang aku bbm. Yaps ku kirim pesan. Tak dibalas. Sibuk mungkin dengan kerjaannya. Atau mungkin dengan rencana-rencananya. Ntahlah. 
Aku tidur. 

Jujur saja Merpati 
Ku tak benar-benar melupakanmu. 
Juga tak serius melapaskanmu. Dari hatiki. Iya. Karna ku tahu Hati bisa berubah. 
Kau selalu dalam do'a ku. Dimana pun itu.
Dalam setiap ruang. Belum ada. Karna aku tak inginkan ada yang bisa menggantikanmu. 
Pun selalu atas izin Nya. Aku percaya. 
Jujur saja. Dan jika saat ini. Harus ku ikhlaskan engkau. Aku ikhlas. Pergilah asalkan kau bahagia. Karna penting bagiku adalah bahagiamu. 

Terimakasih buat kamu. Juga mas Zein. Yang sama sekali tak pernah bertemu tapi terasa kita sudah lama kenal.

#Jambi,17 september2015

Jarak Pandang Semakin Dekat

00.12 Posted by Unknown No comments
Pukul 22.09 Wib. Aku masih duduk berdiam diri selepas pulang dari rumah Irani dan Ulia. Sibuk mengurusi kekecewaan kepada diriku sendiri. Menghadap ke meja makan, mengupayakan untuk tidak mengingatmu bahkan menerawang keberadaanmu. Ya kamu. 
Selepas sholat maghrib tadi seseorang datang mengetuk dan memberikan salam. Adik perempuanku yang membukakan pintu. Lantas lekas memanggilku keluar kamar.
"Aih bang. Udah jadi?" Tanyaku.
"Sudah, dan ini. Eh yang ini." Katanya sambil menyodorkan sesuatu berbalut kertas putih. 
"Makasih ya bang. Tapi bener yang ini?"
"Iya, bener yang itu. Karna ini tandanya."
"Oke makasih lagi kalo gitu."
"Semoga suka."
"Aamiin. Semoga bang"
"Buat pacarkan?"
"Bukan. Kawan"
"Baik, abang pulang dulu ya."
Bang Ayit pergi dan berlalu. Aku masih di depan pintu memandangi bingkasan yang diberikan nya padaku. Aku masih ragu, ku rasa di simpan saja. Jangan diberikan, malu. Aku kembali duduk diposisi semulaku sebelum aku pergi meninggalkan rumah untuk keluar membeli obat dan kerumah rani. 
Dipojok kasur, jari-jemariku masih terus asik berjalan diatas layar handphone ku. Membaca sesekali aku tersenyum. Teringat keakrabanku dulu bersamanya. 
Suasana kamar hening. Karna cuma ada aku disana yang masih betah setangah duduk dipojok kasur. Bbm, Line, WA terus silih berganti memasuki inbox. Tak ku hiraukan , karna ku rasa. Aku harus tuntas membaca sesi yang ini. Tak lama khayalanku terpecahkan karna lantangnya suara ibu.
"Jeng! Jam berapa lagi mau keluar." Kali ini badan ibu pun ikut berbalik arah memandangiku.
"Iya . Sekarang." Aku segera memakai sweater ku dan hijab. Cepat mengambil kunci motor. Eh yaps sebelum itu aku membalas di BBM Group bahwa aku akan kerumah Putri. Pas. Aku tiba dirumah Putri. Saat itu adzan Isya' . Oke baiklah aku tunggu selesai adzan dan kemudia pergi ke apotek. Sepanjang jalan aku bercerita tentang kenapa aku sedih dan ingin menangis tetapi gak jadi. 
"Itu biasa. Puput juga ngerasain hal yang begitu." Katanya sambil memegang pundakku.
"Tapi Put, dan ini sakit sekali. Ku rasa aku adalah pecundang. Kenapa sekarang jadi susah sekali."
"Sabar. Mungkin nanti ada waktunya."
"Mozaiknya udah jadi."
"Terus?"
"Taruh dirumah Puput aja ya."
"Ha? Iya deh"

-
Obat sudah ku dapat, begitu juga dengan keripik singkong sudah ku beli. Jalanan Jambi saat ini kabut sekali. Tidak, sedikit berkurang dari yang biasanya. Namun tetap sesak. Kali ini sesak di hati bukan di paru .
Jarak apotek dan rumahku tak begitu jauh. Pun dengan Swalayan. Kira-kira 6 menit sampai. 
Sepanjang jalan aku masih terus berfikir apa yang harusnya aku lakukan. Tidak. Harusnya aku sudah tau apa. Menjauh, pergi dan hilang tak kembali. Bagus. Dan itulah caranya. Ya benar sekali. Tapi aku tak bisa! Sial.

Sesampainya dirumah. Aku pun izin dengan ibu untuk pergi sebentar. 
"Bu, mbak pergi sebentar. Kerumah Irani." Kataku sambil bergegas mengambil buku agenda dan bingkisan putih itu. 
"Jangan malem-malem pulangnya. Kenapa harus malam sih?"
Aku terus berlalu .
"Bu pergi Assalamualaikum." Tak ku dengar jawaban dari ibu dan pasti aku tau ibu tak menjawab atau dalam hati? Ntahlah ku rasa tak begitu penting dan aku harus pergi agar aku tak begitu terfikir atas apa yang membuat aku kecewa. Semakin ku fikir aku semakin merasa bodoh. 
Biasanya setiap jalan celotehan ku terus kencang sekencang motor melaju. Dan Putri selalu mendengarkan. Dan aku bahagia. Selalu terjadi seperti ini. Malam menunjukan pukul 19.50 Wib. 
"Aku rasa bodoh saja jika aku terus seperti ini."
"Udah nanti ini mbk kirim aja. Dan coba mbak minta penjelasannya."
"Put, mbak tau dan itu semua gara-gara dia."
"Sssttt jangan gitu. Coba aja mbak."
"Gaklah , udah cukup. Biarin aja aaaa nanti baper."
Tak lama kemudia motorku tepat terparkir didepan pintu rumah Ulia dan Irani. Berpas-pasan dengan Pudil,Agung dan Anggun. Pas banget. Titip kerak telor dan aku mulai masuk ke dalam rumah. Kontrakan. Yaps bescamp Lemon. Gengs. Hahaha . Satu demi satu dibahas. Akhirnya bingkisan putih itu dibuka. Dan mereka bilang bagus.
Oke mungkin akan aku kirim. Dalam artian aku harus konsisten dengan prinsip awalku.
Asik makan, cerita dan terawa. Malam ini. Aku pulang pukul . 21.58 Wib. Rumah di kunci dan aku takut. Pintu tak dibuka kan. Ternyata salah. Pintu dibuka. Hore! Selamat. 👏
-
Aku masih duduk disini. Dibangku ini. Masih bercerita tentang apa yang harusnya tak aku ceritakan . Di temani suara gemercik keran di kamar mandi yang terdengar sampai keluar. Sesekali nyanyian nyamuk yang menari di dekat telingaku. Hah. 
Wajahnya beberapa hari ini selalu mucul. Seolah-olah mengisyaratkan bahwa aku tidak harus benar-benar melupakannya. Ntahlah tapi nyatanya begitu. Sore lalu dan sebelumnya serta sebelumnya lagi. Seketika aku mengaji. Wajah itu muncul. Kenapa lagi?? Ah kamu itu hanya angan bagiku. Tidak untuk kenyataan dan aku tak mau itu. Kau tau betapa sakitnya aku menahan rindu? Tidak. Karna kau tidak merindukanku. Sudah cukup ku rasa aku terlalu lebay. Entahlah. Malam ini enteng sekali aku mengetik dan membiarkan otak ku berimajinasi tentang sketsa wajah dan postrur tubuhmu. 
Sesekali terbayang manisnya senyumanmu.
Aku tahu agama kita tidak membenarkan itu yang namanua Pacaran. Tidak . Aku tak ingin kau jadi pacarku. Tapi imamku. Harusnya kau tahu itu. Aku tak benar-benar melupakanmu. 
Aku sibuk menggaruki jempolku yang ku biarkan nyamuk menghisap darahku. Bagaikan aku membiarkan diri ini terhipnotis oleh pesonamu. Ntah mengapa aku hanya ingin kau tahu bahwa aku disini selalu menunggumu.
Aku masih diam. Dan tiba-tiba.
"Jeng!" Suara ibu
"Iya bu?" Sahutku
"Ngapain?"
"Nulis."
"Bantu ibu sebentar"
"Iya"
Aku segara meletakkan handphone ku di atas kursi dan mendatangi ibu dengan segala keperluannya.
Aku melanjutkan tulisannku. Jujur saja dulu aku juga pernah jatuh cinta. Tapi tidak seperti ini. Aku gampang untuk bilang kalo aku suka dan aku tak pernah memikirkan apa resiko ke depan nanti. Tapi sekarang? Tidak. Untuk menyapa saja aku takut. Apalagi berbicara seperti itu. 
Jambi di landa kabut asap dan aku dilanda kabut rindu. Kurasa hal wajar karna cinta itu Fitrah bukan? Aku takkan pernah bilang padamu bahwa aku mencintaimu. Tapi aku akan selalu datangi si pemilik hati. Akan ku rayu Dia agar nanti bisa disandingkan denganmu. 

Merpati #1
Kau adalah apa yang aku inginkan. Dan ku mohon kau tahu aku sedang manantikan kedatangamu. Di singgasanaku.
Aku tak ingin apa yang sedang aku fikirkan terjadi kemudian , kau pergi hilang lalu tak kembali.
Ntahlah..
Yang pasti aku akan ikhlas..
Karna ku tahu kau pasti untukku. Atau mungkin untuk dia yang nanti akan kau temui walinya.
Ku cukupkan sampai disini. 
Aku adalah perempuan yang menantimu. Ntah di dunia saja atau nanti Disana di tempatNya.

#Jambi,16 september 2015

Rabu, 08 Juli 2015

Surat untuk Dia

09.16 Posted by Unknown No comments
Assalamualaikum wahai Engkau yang ku rindu.
Assalamualaikum kamu yang dimiliki-Nya. 
Assalamualaikum para bidadari syurga.

Duhai Engkau yang ku rindu.
Duhai Engkau yang memiliki segala nya.
Duhai Engkau yang selalu dipuja dari seluruh umatMu.
Sungguh aku merindu untuk bercengkrama denganMu.
Sungguh aku menanti setiap detik waktu bersamaMu.
Dengan segala harap bahwa Engkau kan selalu menjagaku.
Dengan segala harap akan semua janjiMu.
Dengan segala prasangka baik akan Engkau.
YaRabb ..
Jikalau aku boleh tahu kapan waktu ku berpulang?
Jikapun Engkau izinkan, pulangkan ku dalam keadaan khusnul khotimah. 
YaRabb ..
Sungguh aku takut akan amalan ku yang tak diterima.
Dosa ku tak termaafkan olehMu.
Seketika nafasku Engkau hentikan.
YaRabb .. 
Sembah sujudku bercucuran mengingat atas segala dosa yang tlah ku perbuat.
Lalai dalam tegakkan sholat.
Lalai dalam tunaikan zakat.
Lalai dalam santunan pada kaum muslimin dan muslimat.
YaRabb ..
Sungguh janjiMu adalah benar.
Sebab dari itu inilah suratku untukMu.
Sungguh mohon ampun padaMu. 
Izinkan ku bertemu dengan Ramadhan tahun depan dengan segala harap yang sama. 
Dengan keluarga yang lengkap.
Sungguh kenikmatan yang ku dapat.
Segeralah ku memohon beribu maaf sungguh hamba ini hanya pendosa yang ingin bertaubat. 

Sabtu, 04 Juli 2015

Berdua saja

13.33 Posted by Unknown 1 comment
Kita ini adalah sisa-sisa jiwa yang merana.
Kita ini adalah keikhlasan yang tak ingin diikhlaskan.
Kita ini adalah nestapa yang saling menderu.

Bintang bertabur mega ,
Menampakkan eloknya langit malam.
Menoreh kesyahduan .
Sesekali menebar keharuan.
Malam ini kita lagi-lagi tak jumpa .
Kita hanya berpijak dibumi yang sama .
Aku dan kau tak pernah bersama tapi selalu ku mintakan untuk bersama. 
Berdua kita tak saling jumpa tapi Tuhan merencanakan perjumpaan.
Kita berdua adalah sisa-sisa kehidupan yang seharusnya diikhlaskan.
Berdua kita merajut cinta berdasarkan syaratNya. 
Berdua kita berjuang demi dunia dan akhiratNya.
Semoga berdua kita bahagia selamanya 



Rabu, 01 Juli 2015

Masih ada rindu

14.26 Posted by Unknown No comments

Hiruk pikuk ibukota .

Membuatku teringat tentang seorang yang pernah menjadi dambaan.

Kerlap-kerlip lampu jalan menghiasi megahnya ibukota.

Masih teringat kala itu kita bergandengan tangan. 

Mungkin yang terakhir kali.

Sebelum semua benar pergi.

Ku rindu kau . 

Bukan ketika kau begitu saja pergi.

Tapi hadirmu yang dulu menentramkan hati . 

Kini menjadi bedil panas membakar jiwa. 

Rindu?

Iya, ada masih didalam relung hati kecilku

Merdu

14.12 Posted by Unknown 1 comment

Aku tak pernah berfikir tentang ujung dari cerita ini.
Aku pun tak pernah tahu bahwa ketika rindu menusuk kalbu.
Aku juga tak paham apa hukuman bagi tumpukan rindu dihati.
Suara jangkrik terdengar merdu.
Desir angin pun terasa syahdu.
Bagaimana hati tak pilu
Menyaksikan kau dengan kekasihmu.
Masih terasa hangat dekapan mesramu.
Yang dulu saatku tergugu kau selalu merangkulku.
Kisah kita dapat dinyanyikan merdu.
Canda tawa bahagiamu pun juga aku.
Kini rindu hanya sekedar rindu 
Apalah dayaku tak mampu menjemputmu. 
Merdu
Aku rindu 



#belajarnulis#nulisrandom2015

Minggu, 28 Juni 2015

Pergi

20.37 Posted by Unknown 2 comments
Pergi 
Ntah berjalan menggunakan apa .
Beriringan dengan siapa .
Dan harus kemana .
Sesungguhnya kita tak tahu. 
Pergi 
Secara pilihan 
Aku ingin pergi ke tempat dimana aku akan dilahirkan kembali.
Namun sayang. 
Dia menitipkan ku pada rahim seorang wanita tangguh.
Pergi 
Sebuah kata yang sangat dibenci
Kepergian sangat tak di inginkan 
Tapi olehNya aku diperintahkan pergi.
Entah berapa lama .
Entah kemana .
Entah bersama siapa aku harus pergi.
Sampai nanti IA suruh aku pulang 

Pulang

19.23 Posted by Unknown 2 comments
Pulang
Kata rindu yang ku rangkai 
Tak mampu lagi terucap
Kala itu aku pulang.
Dengan senyum dan peluh yang masih lekat di dahi dan pipi.
Pulang
Saat yang aku tunggu 
Mengadu keharibaanNya 
Bercerita sejak awal aku pergi.
Pulang 
Setelah jauh pergi pun aku harus pulang
Agar kelak bertemu denganNya

Pelangi

19.21 Posted by Unknown 2 comments
Pelangi itu hanya sederatan warna yang indah.
Pelangi itu hadir setelah badai menerpa.
Pelangi itu tidak sesaat saja.
Indah nya terkenang disudut mata.
Bahagianya masih merekah di senyum jingga.
Pelangi itu sekejap pergi.
Pelangi itu ada lagi.

Senin, 08 Juni 2015

Lemon

20.53 Posted by Unknown 1 comment
Lama tak ku jamahi jiwa ini dengan kasih.
Engkau hadir bagaikan malaikat tak bersayap. 
Mampu menyembuhkan ku dari semua luka yang meradang hampir menganga.
Oh indah nya nikmat tuhan 
Nyata nya hingga sampai saat ini aku masih bisa merasakan cinta dari kalian. 
Lamunanku membuyar.
Entah dari mana asal kalian kini aku bahagia. 
Maaf hanya bisa kuucapkan atas segala tingkah laku yang selalu ku perbuat.
Oh tuhan nikmat apa lagi yang harus aku dustakan.
Nyata sungguh bahagia kurasa saat bersama kalian. 
Sahabat tak lekang dek hujan tak lepas dek panas. 
Sahabat tak lekang oleh waktu. 
Aku bangga memiliki kalian. 

Teruntuk kalian semua sahabatku. 
Agung Setiadi Putra
Ana Rossa Lucita
Anggun Selvya 
Astarina Fitriani
Dwi Retno ningsih
Erzarini Kurniati
Irani Safitri
M.Agung Prasetyo
Putrianti
Putri Fadila
Ulia 
Yunia Sundari

#suratsahabat#sahabat#lemon#belajarnulis#nulisrandom2015

Jiwa

20.44 Posted by Unknown No comments
Embun masih sibuk menari diatas dedaunan.
Masih menyisakan dinginnya hawa malam.
Aku masih dengan kesunyian di kegelapan malam.
Mencoba menerka jiwa yang hilang.
Kau 
Kini tinggalkan kan semua kenangan yang semua tlah ku rangkai indah.
Agenda yang tersusun rapi untuk rencana kedepan.
Namun. 
Jiwa itu hilang di kegelapan malam.
Menyisakan kesedihan.

Semesta menjawab

07.56 Posted by Unknown 2 comments
Pagi itu hujan turun dengan pesona nya sendiri. Riuh kencang angin menghempaskan seng-seng rumah. Sesekali guntur pun mendengarkan kemegahannya.
Bintang yang sedari tadi telah terjaga, duduk manis di depan pintu kamarnya. Bersiap jika lampu padam ia bergegas lari ke kamar bapak atau abangnya. 
"Aaaaaa!!!! Lampunya matiii !!" Jeritnya lantang sehingga membuat seluruh orang dirumah kewalahan. "Bintang didepan pintu bapak !!! Abang !!! Kasih lah terang lampu pada bintang agak pacak jalan liat bapak." Sambungnya lagi sambil meneteskan air mata. Tak lama abang pun datang dengan sebatang lilin. Pelukkan abang terasa hangat ditubuh Bintang. Pelan-pelan mereka berjalan menuju kamar bapak. Kini mereka bertiga berada satu kamar. 
"Masih jam 2 pagi, ayo lekas tidur lagi." Kata bapak sambil menyelimuti dua orang penyemangat hidupnya.
"Tapi pak, lampu padam Bintang takut nanti bapak kan pergi tinggal Bintang sama abang." Jawab bintang sambil memeluk bapaknya.
"Iya nanti bintang kan cerewet padaku pak." Timbal abangnya yang ikut berpelukkan juga.
-
Jam menunjukan pukul 06.45 waktu indonesia bagian barat. Bintang bergegas mengenakan sepatu dan dasi nya. 
Pagi ini jadwal piket kelas. Bisa-bisa kena denda jika terlambat. Sepeda motor yang digunakan abang sudah tua. Motor Astrea 70
"Bang cepet lah sedikit terlambat lah nanti." Omel Bintang sambil melihat jam ditangan kanan nya.
"Maka nya bawel kalo mau piket mandi nya jangan lama. Udah tau motor abang lelet." Jawab abang nya sambil melirik kaca spion .
Wajah Bintang ditekuk, rona wajahnya tak terlihat menawan. Raut kecemasan tempak jelas dimatanya. Mereka berdua bersekolah ditempat yang sama. Hanya beda 2 tingktan saja. Abang kelas 3 dan Bintang kelas 1. Pun jarak kelas mereka tam begitu jauh.
Tak jarang Bintang selalu bersama ke kantin sekolah bersama abang. Bintang anak yang lumayan manja. Namun cenderung mandiri *. (Mandi sendiri) hhehe .
"Bi, bang iqlal punya pacar ya?" Tanya salah satu temannya saat menuruni anak tangga kelas.
"Gak ada kok kenapa?" Jawab nya heran dan penuh tanya.
"Tapi gosip nya di tempel di mading loh. Liat aja tuh bang iqlal jalan berdua kak rani." 

-
Siang itu keadaan rumah lengah, bapak belum pulang kerja. Dan abang katanya masih ada belajar kelompok. Bintang selalu mengisi waktu kosong dengan menulis atau membaca buku. 
"Apa aku belajar pake hijab saja ya?" Katanya sambil menari di depan cermin menggunakan baju alm ibu nya.
Dres berwarna salem bermotif bunga-bunga dengan hijab warna cream yang di asal padukan oleh Bintang. Sempurna. Matanya berbinar, besar dan bibirnya merah bak mawar yang sedang merekah. 
Rumah masih kosong, abang dan bapak belum pulang. 
-
"Assalamualaikum." Suara perempuan terdengar dari luar. Bergegas ia berjalan menuju ruang tamu. 
"Waalaikumsalam. Anda siapa?" Jawabnya dilanjutkan pertanyaan nya. Bintang memperhatikan dari atas hingga bawah perempuan yang ada didepannya. Tak lama bapaknya menyusul di belakang perempuan itu,lantas tersenyum kearah Bintang. Hatinya tak karuan bertanya-tanya akan tentang perempuan yang ada dihadapannya. Ayah mempersilahkan masuk dan ia pun segera mengambilkan minum kemudian berlalu menuju kamarnya. 
Fikirannya tak tenang. Apa ini suatu rencana dari Allah untuk mengujinya ntahlah. Sekiranya alam juga punya cerita. 
"Aku takkan diam jika perempuan itu adalah kekasih bapak." Suaranya parau sesaat menelpon abangnya. 


Bersambung.
#nulisrandom#belajarnulis

Sabtu, 06 Juni 2015

Ku titipkan rindu

08.12 Posted by Unknown 1 comment
Pada Mu 
Ku lantunkan nada yang merdu.
Berharap belas kasih dan ampunan dariMu.
Pada Mu 
Ku ceritakan kisah yang insan pun tak tahu.
Karna Engkau sebaik tempat mengadu.
Pada Mu 
Setiap malam menjadi indah.
Setiap sentuhan menjadi manja.
Air mengalir dengan nada dan irama.
Sontak saja kulitku menerimanya.
Malam tak ku lewatkan begitu saja. 
Selalu gembira atas cinta yang ada.
Pada Mu 
Aku serahkan hidup dan matiku .
Aku pasrahkan atas segala sesuatu nya.
Malam ini ku mohon pada Mu .
Sampaikan Rindu ku pada ibu .
Kepada nya yang belum sempat aku banggakan.
Kepada nya yang belum puas aku buat tersenyum. 
Kepada nya yang kini berada disisiMu 
Sungguh aku rindu .

#day6#NulisRandom2015

Jumat, 05 Juni 2015

Hati siapa yang tahu

00.37 Posted by Unknown 2 comments
Perasaan itu .
Sebuah rasa yang tak biasa
Mengalir dalam jiwa
Begitu saja
Perasaan itu .
Semacam naluri dalam hati
Yang terus terisi
Hari demi hari 
Perasaan itu .
Milik semua insan 
Tergantung kita mengapresiasikan
Sejauh mana iman bertahan
Perasaan itu .
Suatu cinta yang tersebut dalam doa
Menciptakan suasana bahagia
Dunia seakan milik bersama
Perasaan itu .
Anugrah terindah 
Jika kita selalu menengadah 
Diatas sajadah 
Karna tiada satu pun yang tahu
Akan hati ini , yang terus terselimuti rindu
Rindu yang ku gantung padaNya
Karna hati tiada yang tahu
Betapa besar cintamu padaNya akan aku

Kamis, 04 Juni 2015

Hujan pun meninggalkan cerita

05.30 Posted by Unknown 1 comment
Hujan turun dengan derasnya. Untuk kesekian kalinya ia menikmati hujan. Sendiri. 
Aroma tanah yang dibasahi oleh air masuk melalui lubang hidungku . Ku hirup dalam-dalam. Bauk tanah itu sungguh menggoda . 

15 tahun yang lalu aku masih bisa bermain sepuasnya dengan hujan. Tak jarang saat itu aku sering demam karna kedinginan. 
Ntah apa yang membuatku bahagia ketika hujan turun dengan derasnya. Ritikan airnya menyentuh atap rumah yang menjadi melodi indah untuk penikmat hujan. 
Tatkala hujan aku selalu berlarian kesana kemari. Sambil diteriaki oleh mbah putriku.
"Cah ayu!! Wes toh mainan hujan ntar sakit loh." Mbahku pun berteriak seraya mengejarku menggunakan payung hadiah dari kopi.
"Iya mbah. Ini udah mau selesai. Sebentar lagii aja ya mbah." Suara ku tak kalah besar . Aku terus berlari sesekali aku terjatuh dan aku tertawa bahagia. 
"Udah nduk udah."
"Sabar mbah, aku baik-baik saja"

Mata ku yang tak begitu besar, cenderung sipit. Kulit yang putih dan rambut yang bergelombang. Kini sedang disirami air hangat kuku oleh mbah putriku. 
Mbah yang selalu menyayangiku. Menuruti semua inginku. 
"Bintang, lain kali jangan mandi hujan terus ya nduk."
"Iya mbah." 
Kemudian aku berlari menuju kamar, menari didepan cermin. 
Dres yang bercorak bunga-bunga berwarna hijau toska menyelimuti tubuhku yang mungil ini. 
Mbah putri sangat menjagaku. Baik dirumah maupun di taman kanak-kanak. Meski jarak TK dan rumah tidak begitu jauh. Namun mbah memesankan mobil antar jemput untukku berangkat dan pulang kerumah. 

Aku cucung yang ke 15. Mungkin. Aku juga lupa. Aku yang paling kecil dan paling dimanja. Tetapi aku adalah anak pertama dari ibu dan bapakku. 

-
"Hmm begitu banyak kenangan. Andai waktu bisa diputar." Suaraku gemetar dan akhirnya aku bicara sendiri. Potret yang sedari tadi ku peluk , kini tlah basah banjir akan air mata.
Sore semakin dikejar waktu. Hujan semakin deras membasahi permukiman warga. 
Aku pun masih terdiam di belakang balkon rumahku. Termenung mencoba mengingat rekaman perjalanan hidup selama ini. 

"Bi!!! Lu dimana, penting ada yang mau aku bicarakan!" Suara Tina memecahkan lamunanku.
"Apa Tina! Gue di balkon sini aja." Jawabku tanpa menampakna mukaku.
"Lu tau gak? Ogif nanyain elu terus sama gue! Bosan elu kenapa sih?"
"Kok gue?"

-
Percakapan terhenti . Saat hujan mulai mereda. Pelangi menghiasi senja sore ini. Lengkap keindahan dunia yang sore ini yang ku saksikan. 
Ku hempaskan tubuh ini keatas kasur. Mencoba menenangkan diri. Ini rindu yang tak bisa aku sembunyikan namun terlalu sulit untuk ku ungkapkan. Beberapa kali aku mencari posisi nyaman. Kamarku yang tak begitu luas. Kali ini tempat yang kupilih adalah jendela kamar. Sesekali angin meniupkan hijabku yang menjuntai. Sejuknya menyentuh pipiku. Mataku berair. Bibirku gemetar. 
Tak lama. Suara kodok saling bersautan, merayu meminya hujan pada sang kuasa. 
Benar saja beberapa menit kemudian . Hujan turun dengan damai lagi. Menyisakan kesedihan. 

-
Pagi ini ku dapati beberapa pesan singkat yang menunjukan jadwal kuliah. Dan. Ini pesat siapa?
Pesan pertama. 
"Bi aku kangen. Tak bisakah sekali saja kau angkat telpon ku?"
Pesan kedua.
"Bi ku mohon angkat telpon ku. Maafkan aku bi."
Pesan ketiga.
"Baiklah kali ini aku menyerah sengan jumlah panggilan keluar untukmu melebihi kuota maksimal. 25x ku fikir kau akan membaca pesan ini"

Lambat aku berjalan teroyoh ke kamar mandi. Jam menunjukan pukul 04.45. Bergegas mandi dan bersiap sholat subuh. 
"Bi. Jadi bagaimana?" Tanya ayah memulai pembicaraan setelah sholat selesai.
"Gimana apanya yah?" Tanyaku sambil menyipitkan mata pada ayah.
"Umur mun semakin dewasa. Apa sudah ada lelaki yang memikat hatimu. Tunjukan pada ayah."
"Belum ada yah. Nanti kalo ada juga pasti ajeng kasih tau yah."



*bersambung*

#nulisrandom#belajarmenulis

Rabu, 03 Juni 2015

Surat rindu

09.24 Posted by Unknown No comments
Aku pun tak tahu harus bagaimana memulai perbincangan kali ini, apakah harus ku tanyakan bagaimana kabarnya? Bodoh. Pertanyaann yang klise. Ntah dari mana ia dapatkan nomer ponsel ku yang baru. Ku rasa teman-temannya tak ada yang punya satupun. 
Mungkin ini alasan mengapa bulan ini aku lebih memilih untuk berdiam. Memulai hal baru dengan tragedi yang lama. Peristiwa dimana saat kita jumpa. 

"Bi, kamu gak ikut tes tahun ini?" Tanya putri dengan menggotong ransel yang ku fikir isinya adalah buku. Ternyata batu.
"Tidak. Terlalu banyak praktek yang tak bisa ku tinggalkan." Jawabku sambil tersenyum memastikan mataku tak berkaca-kaca.

Sore ini sama persis seperti 3 tahun yang lalu. Dimana aku masih terus berlatih. Memukul bola. Memblok lapangan. Smash yang pas dan tegas. Melompat tinggi. 
Atau mungkin kebiasan ku yang suka membanting lawan saat kenaikan sabuk. Bahkan berlari yang tak henti sering ku lakukan di gedung ini. 
Dulu aku seorang yang tomboy. Mengikuti banyak kegiatan. Baik sastra mau pun olahraga. Badanku kekar. Membentuk otot di lengan kanan dan kiri. Kaki yang tak begitu menarik. Kulit yang tak begitu putih. Eksotis. 
Sejak di libatkan dengan penyakit Sinusitis akhirnya aku tak lagi melakukan renang rutin di kolam renang tempat mula aku melabuhkan cinta. 
Ku rasa pada pandangan pertama. Hari demi hari ku jalani. Berapa kali mengikuti tes polwan. Selalu gugur ada saja. Kali ini mungkin berlaku semboyan jangan berhenti sebelum menang. 

"Hallo bisa bicara dengan bintang?" Suara di ujung telpon yang sedari tadi mencoba menghubungiku.
"Iya saya sendiri dengan siapa dan ada perlu apa ya?" Jawab ku sedikit ragu.
"Apa kabar? Aku kangen kamu makanya aku coba telpon tetapi tidak kamu angkat."
"Loh kamu siapa?" Sambil mengingat sesuatu yang seakan pernah terjadi. 
"Aku Ogif." 

Ah sementara aku masih saja terduduk di sudut kamar. Mencoba mengingat yang dulu pernah ada. Tanpa susah payah. Rekaman itu terputar lagi. 
2013 tahun lalu. Aku masih hapal kata-kata yang selalu di ucapnya untuk menemani tidur malamku. 
Mendekap hangat sekujur tubuhku. Namun sayang semua melayang. 
Tunggu dulu. Kurasa tidak. Aku lah yang selalu merayu agar keadaan baik-baik saja. Pelukku lah yang selalu mencoba menenangkannya. 
Bukan. Dia hanya sahabat karibku. Sahabat seperjuangan untuk menggapai impian. 

Kali ini aku bangkit. Menerka-nerka yang ada. Andai bangkit dari kenyataan semudah bangkit dari jarak dudukku. Semudah itu akan ku lupakan semua kejadian yang membuat hatiku pilu.
Dua tahun lamanya. Mengapa baru mengabariku sekarang?
Sejenak aku mengenang hadir nya yang tak seberapa itu. Penting bagiku namun tidak untuknya. Aku takut hal yang sama akan terjadi lagi. Benar saja tak lama ku dapati handphone ini berbunyi. Tanda pesan dari Ogif. 
Basi ku rasa. Rangkaian kata merajut rindu yang ada. Namun kini ku tiadakan. 

Selalu ada surat rindu yang ku tuliskan tentangnya. Entah dari mana jari ini menilisnya. 
Semua surat itu terkumpul rapi dalam satu kotak yang mungkin nanti akan aku bakar. 
Surat rindu yang selalu ku buat namun tak selalu aku kirimkan. 

Malam terus berlalu hingga selarut ini pun enggan sekali mata untuk terpejam. Entah karna memang belum kantuk atau karna dia yang tiba-tiba ada dalam benakku?

Aku berjalan keluar kamar mecoba mencari sisa makanan untuk menganjal perutku agar tetidur. Sial. Kali ini ku dapati selembar foto yang jatuh dari dalam buku bersampul merah jambi. Gambar dua muda mudi sedang tersenyum. Gambar yang begitu menarik. 
-
"Bi, ayoklah foto berdua. Sekali aja." Rayu nya saat itu
"Gi, aku lagi badmood. Tolonglah aku capek." Jawab ku dengan sedikit menaiki tangga nada suaraku.
"Bi, liat aku. Aku sayang kamu. Dia hanya masa lalu ku. Ku mohon Bi."
"Gi. Harus berapa kali aku bilang? Atau sekarang kamu turun dan pulang bareng satuan kamu aja."
Akhirnya terjadilah gambar ini. Sekuat tenaga dia meyakini ku. Ku fikir perkataannya benar. Namun salah sore itu juga selepas mengantarkannya kembali ke asrama. Wanita itu kembali menghubuginya. Dengan lihai pun ia membalas segala pesan singkat melalui berbagai media. 
Aku yang hanya wanita biasa. Merasakan betapa hancurnya hati ku. Lukaku belum seutuhnya sembuh. Belakangan kekasih ku meninggalkan cinta ini. Menghempaskannya dalam dengan wanita yang saat itu ia nikahi. Ntah dengan alasan apa ia memutuskan hubungan sepihak. 
Kali ini lagi-lagi hal bodoh yang sama ku lakukan. Bedanya dengan cerita yang sedikit berbeda dan orang yang tak sama. 

Tak sadar air mataku menetes di ujung pipi. Membasahi permukaan muka yang baru saja aku bersihkan dari noda make up.
Gambar yang masih ku pegang erat ditangan kanan ini membatalkan niatku untuk membuat makan 

kali ini ku tulis surat hanya sekedar untuk menghilangkan duka. 

"Berapa banyak surat yang engkau buat dan tak pernah kau kirim Bi?"
"Ntahlah aku tak tahu." Jawabnya sambil menyekat air mata.


-bersambung-


Kita selalu ku semogakan

05.53 Posted by Unknown 2 comments
Kita 
Yang selalu ku semogakan untuk bersama.
Kita
Yang tak pernah bersama namun terpaut cinta.
Kita
Yang selalu ku do'akan agar kelak berdampingan hidup berdua
Namun sayang 
Aku dan kamu adalah dua insan yang berbeda tapi selalu menyemogakan unutk berjumpa.
Sungguh malang kasih ku tak sampai 
Semoga Tuhan selalu dengarkan rayuan malamku denganmu 
Selalu satu nama yang ku tunggu 
Karna bersamamu bagaikan berharap memeluk bulan . 
Untuk kau yang selalu ku rindu.

Malam ku

05.38 Posted by Unknown 2 comments
Singkat 

Malam tak lagi sama. 
Langit tak lagi hitam kelam. 
Sedikit kemerahan, pun bintang tak terlihat.
Malam tak lagi sama.
Rinai hujan pun mulai membasahi bumi.
Semesta bercerita dengan air mulia.
Malam tak lagi sama.
Dahulu saban hujan turun, kau selalu ada.
Setidaknya selalu mencoba menenangkanku.
Walau hanya dengan suara-suara yang merayu .
Malam tak lagi sama.
Kini ku sadar, kau tak disampingku lagi.
Meski hanya sekilas untuk tersenyum.
Menegur keadaan yang kian hari kian melapuk.
Malam tak lagi sama. 
Aku sedang menenangkan hati dan otakku agar tak lagi ingat kau yang kini bersamanya.
Malam tak lagi sama.
Hingga selarut ini, masih saja aku bertahan dalam diamku.
Berkutat dengan segudang kenangan yang terekam indah dalam ingatanku
Bayangmu yang masih terlukis sempurna di pelupuk mataku.
Malam tak lagi sama.
Kuharap Tuhan pun mengabulkan segala do'aku yang tak henti menyebut namamu. 
Sepertiga malamku. 
Jalan yang ku tempuh untuk bersatu dengan merdu dalam lingkar cinta yang syahdu. 
Malam tak lagi sama.
Malam ini ku masih meminta untuk dipersatukan dengan engkau yang aku tak tahu dimana dan kapan kita akan jumpa. 

Hanya pelarian bukan tujuan

05.35 Posted by Unknown 2 comments
Hanya pelarian bukan tujuan

Duhai kau pujaan hati. 
Apa kabar hati yang selalu kau tebar benih cinta ini? 
Semakin hari semakin aku rasa cinta ini tumbuh begitu pesat. 
Walau kau tak lagi disisiku.
Tak lagi menyapaku dengan candaan lugu mu. 
Aku sadar diri ini bukan lah tujuan mu melaikan hanya pelarian semata. Tapi apakah engkau tahu bahwa sesungguhnya jauh dalam hatiku. Aku tlah menyiapkan berbagai agenda untuk kita berdua. 
Aku pun tahu sejak saat kau datang padaku menyatakan segala keluh kesahmu. Kian hari ku pahami dirimu saat itulah aku jatuh hati padamu. Namun Tuhan berkata lain. 
Kini kau tak lagi disisiku bahkan untuk menyebut namaku pun tidak.
Aku sadar aku hanya pelarian yang tersia-siakan. 
Tapi jauh di dalam lubuk hatiku. Aku menyayangimu. 
Semoga kelak Tuhan beri kita cara agar dapat bahagia satu sama lainnya. 

Senin, 25 Mei 2015

Sekali saja

18.12 Posted by Unknown No comments
Sinar mentari hangatkan pagi ini.
Senyum mu yang ayu menawar hati.
Akan kah sekali saja engkau dekati.
Ya dekati hati yang sepi ini.

Hadirmu mampu selamatkan hidupku.
Suaramu lunturkan asa ku.
Dekap hangatmu damaikan jiwaku.
Kecup manjamu menghidupakan ragaku.

Bu ..
Untuk sekali ini saja .
Aku ingin berjumpa.
Walau hanya sekejap mata.
Bu .. 
Apakah engkau tahu ?
Aku merindukanmu.
Mengingikanmu dekat bersamaku.
Bu ..
Maafkan aku .
Ampuni kesalahanku.
Tak sempat ku balas jasamu.
Dan kau pun pergi jauh.
Bu ..
Kini tak bisa lagi ku bawakan engkau sepiring bubur.
Tak lagi ku bopoh dirimu untuk mandi pagi.
Bukan lagi caraku mengendongmu mendapatkan sinar mentari.
Bu ..
Kini hanyaku mampu berimu setampung do'a 
Membopohmu melali fattiha 
Mengendongmu dengan berjuta kenangan dan harapan yang kurangkai menjadi kata.
Bu .. 
Sekali saja ..
Bu .. 
Aku ingin jumpa. 
Bu .. 

Selasa, 12 Mei 2015

Sepucuk surat dari laila

01.04 Posted by Unknown 1 comment
Senja mulai menampakan jingganya. Laila dan ahmad masih seru bermain di pinggir sungai. Deru angin mengibarkan rambut Laila yang panjang bergelombang. Ahmad adalah sahabat Laila yang setia, kemana pun Ahmad selalu menemani Laila. Sampai tiba saatnya Laila pindah sekolah di kota dan Ahmad masih berada dirumah tua. 
"Mad. Aku akan pergi ntah untuk berapa lama. Bunda dan ayah yang memintaku ikut pindah namun nenek melarang." Suara Laila melemah seraya duduk dibatuuan besar pinggir sungai.
"Tega sekali Laila kau tinggalkan aku, sapalah lagi kawan ku kala ku sedang bersedih hati?" Jawab Ahmad mendekati Laila
"Sabar lah Mad, aku pasti selalu pulang. Toh aku kekota juga untuk berobat dan menimba ilmu." 
"Lama!! Jauh!! Mana mungkin kau ingat denganku ketika kita bertemu kelak."
"Mad. Sahabatku cuma kau ! Percayalah aku segera pulang mad."
"Laila aku sayang padamu. Sahabatku cumalah kau Laila."
"Aku pun begitu Mad, saat SMA nanti aku akan minta untuk bersekolah di kampung ini lagi. Janji."
Ahmad berdiri mengikuti jejak Laila yang saat ini tengah berjalan setengah berlari. Sejak hari pertama mereka saling memberi kabar melalui surat yang dititipkan lewat pos. Benar sekali mereka saling menyayangi. Laila dan Ahmad berteman sejak mereka duduk di bangku Taman kanak-kanak. Hingga terpisah saat mereka kelas 1SMP. 
Seiring berjalannya waktu Laila yang selalu meridukan sosok Ahmad kini perlahan hilang dimakan kesibukan sekolahnya. Dia terpilih menjadi wakil ketua Osis di sekolahnya sekarang. Berbeda. Jelas saja dulu selalu ia dipasangkan dengan Ahmad tapi kini dia harus berkerja sama dengan Rio teman baru nya. 
"La udah selesai buat tugas?" Tanya Rio yang baru saja datang keruang Osis.
"Udah kenapa mau pakai laptop? Nih ambil aja aku juga harus segera pulang." Jawabnya sambil menyodorkan sebuah laptop hitam dari tangannya.
"Tidak. Aku hanya menanyakan dan berniat mengajakmu makan di kantin depan."
"Oh makasih tapi seperti nya aku harus pulang duluan. Bunda sudah masak dirumah untukku dan ayah."
"Rumah kamu dimana?"
"Perumahan citra marta blog G nomer 12"
"Next time aku yang jemput ya."
"Insyaallah ya aku gak janji bisa berangkat bareng kamu."
-
Sementara di lokasi yang berbeda Ahmad tengah asik dengan turnamen yang diikutinnya. Dia asik digemari para gadis desa. Bukan hanya ganteng tapi dia juga pintar dalam segala hal. 
Tak berbeda dengan Laila yang disibukkan dengan segunung aktivitas dan tugas sekolah. Ahmad pun begitu, sesekali ia mengrimi Laila surat yang berisikan kerinduan yang selalu datang. 
Teruntuk Laila
Kau ingat Laila dulu setiap senja kita selalu ditepi sungai ini. Kini hanyalah aku dan bayanganmu sendiri. Menikmati deruan angin sore dan indahnya kampung ini. 
Laila kapanlah engkau pulang? 
Sungguh aku rindu hadirmu. Aku ingin setiap pertandinganku seperti dulu ada kamu. 
"Mad, aku pun rindu." Lirihnya, buliran air mata mengalir indah begitu saja dipipinya.
Kini Laila telah mengenakan hijab. Walaupun belum dengan syariat. Tapi tekatnya untuk berhijab tlah bulat. Laila kini duduk di bangku SMA ntah sudah berapa lama Laila tak pulang dan sudah jarang lagi ia mendapat kabar dari Ahmad. 
Taman-teman Laila pun kini semakin banyak. Banyak bergaul dan dikenal orang lain baik teman sekolah maupun diluar sekolah. Semakin cantik. Ya Laila semakin cantik dengan hijab yang ia kenakan. Banyak lelaki yang ingin menjadi kekasihnya. Ataupun hanya untuk belajar bersama dirumahnya. Termasuk Rio tak putus asa dengan usaha yang terus ia lakukan untuk mendekati Laila si gadis desa. 
"Bukannya aku tak ingin, cuma aku takut. Dulu aku pernah berjanji pada Ahmad sahabatku sejak kecil bahwa SMA ini aku mau pulang dan sekolah di kampung bersama nenekku. Tapi aku tak menepati janji. Dan aju sudah jarang mendapat kabar darinya." Tangis Laila pun kini pecah dipelukan Rina teman sebangkunya. 
"La ini bukan mau mu tapi ini sudah jalan yang diberikan oleh Nya." Suara damai Rina mencoba menenangkan Laila
"Mana lagi saat ini aku tengah menjalin hubungan dengan Rio. Apalah kata hati Ahmad jika mengetahui hal ini rin."
"Sudah mari kita sholat. Supaya tenang hatimu." 
Dua bulan berlalu hubungan Laila dan Rio semakin akrab. Semakin sering berjalan berdua selalu bersama. Bagaikan lem dan perangko. Mereka memadu kasih layaknya remaja yang lain. Bunda Laila tidak mengetahui hal ini apa lagi ayahnya. 
Malam itu akhirnya ketahuan jugalah cerita cinta Laila. Bunda ingin marah tetapi apalah daya bunda hanya bisa menangis merangkul Laila sambil berkata. 
"Nak jangan engkau dekati maksiat karna dengan begitu kamu membuat Tuhanmu cemburu. Namun apalah daya bunda. Kamu sudah dewasa pelajari lah sendiri. Semoga Laila anak gadis bunda ceoat mendapat hidayah ya nak."
"Bunda memang pacaran dilarang agama kita ya ?"
"Iya sangat Laila. Mau kah dinda kelak tak bertemu dengan ayah bunda?" Timpal ayah Laila
"Jadi Laila harus apa bun? Tapi Laila sudah mulai menyukai nya bun?"
-
Pagi sekali Laila tlah bangun dari tidur malamnya. Berjalan perlahan menuju kamar mandi untuk mengambil wudhu dengan tertib. 
Perlahan gerakan indah dilakukan mulai dari takbir hingga salam. Lantunan ayat suci Al-Qur'an di lafadz kan oleh bibirnya yang indah. Lamat-lamat terdengar suara bunda di ujung ruangan. Terisak menangis. Terburu Laila bangkit menuju suara bunda. 
"Mengapa bunda menangis?" 
"Ayah Laila."
"Ayah kenapa bunda? Ayah dimana?"
"Ayah sedang ada panggilan keluar sebentar tetapi tengah perjalanan ayah berhenti dan tak sadarkan diri. Sekarang ayah dirumah sakit."
Tanpa melepaskan mukena yang sedang ia kenakan Laila menuju garasi mobil dan menghidupkan mesin mobil. Sementara bunda sibuk menghubungi kerabat yang lain. Air mata Laila tak henti membasahi kain putih yang ia kenakan, tak lama mobil melaju kencang menuju rumah sakit Siloam. Waktu menunjukan pukul 04.15 wib. Lantunan merdu terdengar dari masjid-masjid yang berada di sepanjang jalan. 
Seketika mobil terparkir rapi di parkiran rumah sakit. Bergegas bunda dan Laila berlari menuju UGD. 
"Sus dimana ayah saya?"
"Siapa namanya dik?"
"Pak Wilyo sus"
Suster pun langsung mengantarkan Laila dan bunda ke kasur tempat Ayah terbaring dan berdaya. Ayah terlalu capek dengan pekerjaannya dan ayah lelah maka darah tinggi ayah kambuh. Begitulah diagnosa dokter. Beruntung ayah cepat di bawa ke rumah sakit. 
Beberapa bulan keadaan ayah membaik. Dan beberapa bulan juga Laila meninggal kan Rio dengan memberikan satu buku untuk menjadi alasannya. Udah putusin aja karangan Felixciau
Beberapa bulan ini Laila berubah. Pakaian semakin terjaga meski hijab nya masih seperti biasa. Hari-hari berlalu dengan baik, walau terkadang tak sesuai rencana kembali lagi hati Laila pilu saat mengingat tiga lelaki yang ia sayangi ayah, Ahmad dan Rio. Mereka yang menyebabkan Laila kini berubah. Hari terus berganti tiba saat nya kini. Laila menanti kelulusan SMA. 
Laila lulus. Ya lulus dengan nilai terbaik. Sore itu juga Laila menuliskan cerita untuk Ahmad. Berlembar-lembar segala suka duka ditumpahkannya dalam kertas itu. Tapi tidak dengan cerita Rio. Lambat-lambat Laila menjauh dari sosok Rio semakin belajar dengan agama. Semakin tentram rasanya kini hari-harinya semakin berwarna meskipun banyak teman-teman yang mencela dari cara berbicara dan cara pandang agama. 
-
"Assalamualaikum Laila?" Suara disebrang telpon bersemangat menyebut namanya.
"Waalaikumsalam. Maaf sebelumnya ini siapa?" Tanyanya pelan-pelan
"Aku Ahmad La, masih kah ingat padaku? Saat ini dimana? Bolehkan aku bertandang kerumahmu?"
"Boleh saat ini aku sedang di taman kota, belajar bersama temanku." 
"Kebetulan rumahku dekat sekali dengan taman itu. Aku berjalan kesana ya." 
-
Telpon mati. Berdegub kenjang hati Laila mendengar nama itu sungguh bahagia. Bertahun Laila tak bertemu dengan pemuda ini. Berulang kalai Laila menyekat air matanya.
Pertemuan sore itu di taman kota. Mereka berdua sambil bercerita , sesekali mereka tertawa dan saling berdiam diri. Banyak yang ahmad tak mengetahui tentang cerita Laila. 
Perempuan nan cantik ini dilepasnya dalam keadaan suka duka dan bertemu dalam keadaan suka duka pula. Laila yang canti rupa, berbudi pekerti baik, tutur bahasa yang santun kini ia temukan lagi. Begitu juga sebaliknya dengan Ahmad yang Laila tinggalkan dulu. Jauh lebih baik. 
-
Hari terus berganti. Laila diterima di perguruan tinggi negri kesehatan jurusan Farmasi. 
Sedang Ahmad diterima menjadi satuan pasukan Polisi di kota itu. Berbulan terpisah hanya sesekali bertemu. 
Ayah dan bunda sangat senang ketika keluarga Ahmad datang berkunjung kerumahnya dengan berbagai cerita. 
"Ku dengar Ahmad sekarang tlah bekerja di kantor tata kota, benarkah begitu?" Tanya ayah Laila kepada pak saipudin.
"Benar bang. Itulah maksud kedatangan kami. Ingin meminang Laila." Jawabnya sambil menoleh kearah amaknya Ahmad. Ruang tamu menjadi saksi bisu. Ayah dan bunda saling berpandangan bentuk setuju. Ahmad dan Laila pun tiba. 
"Ini mereka yang kita tunggu sejak tadi." 
"Apak dan amak? Sejak kapan ado disiko? Macam mano kacaro amak manyuruh apak pegi ke rumah Laila?" Suara Ahmad terbata, seraya mendekat dan memeluk sang ibu betapa senang akhirnya pak saipudin kepala desa mau bertandang kerumah warga yang tlah lama hilang. Laila bingung bukan kepalang saling memandang sekitar Ahmad yang terus memeluk ibu dan ayahnya. Bunda dan ayah yang terlihat bahagia. 
"Ada apa ini?"
"Begini dinda, marilah duduk sebentar disamping Ayah."
"Nak Laila bersedia kah jika kami jodohkan dengan Ahmad anakku?" 
Laila terdiam matanya berkaca-kaca, sang pujaan hati telah didepan mata. Hanya sekali anggukan. Dan memandang bunda disampingnya. 
"Alhmdulilah. Jadi kapan kita laksanakan acaranya?" Kini suara amak yang terdengar begitu gembira. Mukanya berseri merah merona. Ya, bukan lagi. 
-
Sejak perjodohan dua minggu yang lalu kini Ahmad pergi begitu saja tanpa meninggalkan jejak. Laila bingung bukan kepalang. Rasa sakit yang dideritanya kian menyerang. 
Semakin hari Laila semakin cantik. Bukan, parasnya mengikuti perilakunya. Laila semakin taat. Takut jika ajal semakin dekat. 
"Jika malam ini adalah malam terakhirku? Apa yang harus aku siapkan?" Suaranya begitu pelan. Bayangannya yang cantik berada di depan matanya. Bening. Sebening kaca . Kini ia sibuk menari-nari kecil didepan cermin kamarnya. Tiba-tiba handphone nya berdering, tanda pesan singkat masuk.
Assalamualaikum Laila , apa kabarmu? Maafkan aku yang menghilang beberapa hari ini. Bukan maksudku pergi darimu. Aku hanya ingin menangkan fikiran sembari memantaskan diri denganmu. 
"Hmm apa aku kurang pantas untuk menjadi seorang istri?" Lama Laila termenung didalam bilik. Sakit yang ia derita menggerogoti tubuhnya. Pelan-pelan ia membuka hijab nya yang terjulur panjang. Rambutnya kian rontok. Tipis sekali. 
-
Pagi ini bunda menyiapkan sarapan, lain dengan hari biasanya. Laila yang menyiapkan namun kini ia sedang jatuh sakit. Pesan yang disampaikan melalu SMS malam itu belum sempat ia balas. 
"Laila sakit apa nak? Amak sengaja datang menjenguk engkau. Mengapa bubur mu tak dimakan? Amak suapkan ya nak." 
"Hanya demam mak, tak apa terimakasih amak tlah sempat menjenguk."
"Sebentar lagi apak kau datang sama Ahmad. Makan lah dulu . Rindu rupanya?"
"Laila kenyang mak. Rindu pada siapa yang amak maksud?"
"Pada anakku lah, ya kan?" Amak sengaja membuat tertawa melihat kondisi Laila yang semakin parah. 
Bilik yang begitu kecil membuat orang lain tak bisa masuk selain amak dan bunda. Semua tersusun rapi. Melihat keadaan Laila yang memburuk Ahmad meneteskan air matanya. Selama ini perempuan yang ia cintai tak pernah bercerita jika memiliki rasa sakit yang amat perih. 
Hari demi hari Laila membaik. Sholat lima waktu tak ia tinggalkan meski pun hanya tertidur. Kabar bahagia datang menghampiri hidup nya. Dua hari lagi ia akan menjalankan ijab kabul dan resepsi sesuai syariat islam. 
Namun gejolak hati begitu takut. Merasa ajalnya semakin dekat. Rumah tlah di penuhi para tamu undangan pengajian sebelum hari pernikahan. 
Laila yang menggunakan baju serba putih tampak sangat menawan. Tak banyak polesan hanya air wudhu menjadi lapisan . Dzikir menjadi lipstik, dan hijab terjulur panjang menjadi mahkota. 
Selang beberapa jam rumah kembali lenga sesekali ada tetangga yang bertandang mengucap selamat padanya. 
"Bun, bagaimana kalau seandainya umur Laila tak lama lagi?"
"Astaghfirullah apalah bahasamu ini nak. Pamalik !" 
"Heheh, bunda Laila cantik memakai gaun ini?"
"Apa maksudmu Laila?! Jangan sesekali berkata seperti itu lagi bunda akan marah sekali." 
"Baiklah bunda." 
Suara Laila melemah bandannya lunglai. Jatuh pingsan. 
-
Malam ini tepat malam memakai inai. Nenek yang datang dari kampung menggilingkan daun inai untuk di pasangkan di kuku Laila. 
Laila hanya dikamar. Duduk di depan cermin. Jendala terbuka pintu bilik tertutup rapat tanpa di kunci. Berderai air mata. Belum melapas kain putih panjangnya. 
"Setahun yang lalu engkau hadiahkan aku mukenah ini mad." Katanya sambil tersenyum didepan kaca. Bulir bening merajalela membasahi kain putihnya.

-•-
Teruntuk Ahmad.
Assalamualaikum, mad. Sebelumnya maafkan aku. Aku menulis ini tepat pada pukul 23:23 cantik bukan pukul jam nya? 
Mad, aku sungguh mencintaimu karnaNya. Bertahun kita terpisah dan kembali dipertemukan. Dalam keadaan yang sama olehNya. 
Mad, aku takut aku tak pantas untuk kau nikahi. Penyakitku yang sejak lama mengidap di tubuhku kian hari kian menyiksa. Rambut yang semakin rontok. Suara yang terkadang hilang. Tubuh yang lemah dan kadang jatuh pingsan.
Mad, aku takut umurku tak lama lagi. Mungkin setelah aku menulis ini aku tak bangun lagi dari tidurku. 
Mad, jika ruh ku tlah pergi dari raga. Ku persilahkan engkau untuk pergi mencari bidadari surga. Jangan tangisi aku tapi do'akan lah aku. 
Mad, aku yang engkau kenal baik ini selama jauh darimu. Sudah pernah menjalin hubungan kasih dengan yang lain maafkan aku mad. Aku bukan lah pemuka agama. 
Mad, aku takut jika kelak aku tak dapat lagi mengukir senyum di bibir bunda, ayah , amak, apak dan engkau. Tapi aku yakin mad engkau lelaki baik. Pasti mendapat yang baik. 
Mad, aku lelah mungkin sudah saat nya untuk aku tidur. 
                Dari: Laila 


-
00:00
Laila tertidur mengenakan mukenah pemberian dari Ahmad. Pulas sekali. Bising diluar bilik tak dihiraukan nya. Suara sepatu penghias dekor rumah tak ubahnya membuat ia terjaga dari tidurnya. 
"Cantik sekali yaAllah anakku ini." Bunda menatap wajah Laila dalam begitu pekat. Bola matanya, hidungnya yang tidak terlalu mancung. Bibirnya yang selalu melantunkan ayat-ayat suci. Nembah pesona bagi setiap insan. Bunda meninggalkan Laila dikamar. Dengan tenang. Kembali ke aktivitas bersama para tim penghias. 

-
02.45
Rumah kini lengah. Namun ayah tetap terjaga. Laila terbangun dari tidurnya. Segera ia tunaikan sholat malam nya. Berjalan keluar bilik ingin mengambil wudhu.
"Laila sudah bangun nak?" Tanya ayah dari ruang tengah. 
"Sudah yah." Jawabnya singkat. Kini ayah mengikut Laila. Dilihatnya anak semata wayangnya mengambil wudhu dengan tertib. Sangat anggun. 
"Mari sholat yah." Katanya sambil meninggalkan ayah didepan pancuran. Seakan dedaunan menari. Melihat wajah cerah Laila. Tidak sakit lagi. 

-
03:05
Laila selesai sholat dan berdo'a . Kembali tidur. Sebelumnnya ia letakkan surat yang ia buat tadi berada lebih dekat dari jarak tidurnya. 
Kini akhirnya Laila tertidur pulas. Dengan senyum yang mengembang dibibir. Masih menggunakan mukenah pemberian Ahmad. 

-
03:15
"Laila bangun nak. Bersiap sholat dan memakai make up." Suara bunda diluar bilik . 
Tak ada jawaban dari Laila. Bunda memasuki kamarnya. Kini yang bunda lihat hanya jasatnya Laila. Bandanya terbujur kaku. Sekujur tubuhnya mendingin. Bibirnya kerin. Di dapati surat untuk Ahmad. 
"Lailaaaaaaaaa!!!!!! Bangun nak banguuun jangan tinggalkan bundaaa dan ayah!!!" Tangis bunda pecah. Ayah seluruh orang yang berada diluar bilik berlari menuju sumber suara dari bunda. 
"Bunda ada apa?"
"Yah.. Laila meninggalkan kita! Dia tidur dan tak bangun lagi."
"Lailaaaaaaa maafkan ayah naaakkkk" semua yang berada didalam rumah menangis melapas kepergian Laila. Tak lama Ahmad dan keluarga datang. 
"Bunda ayah !" Suara Ahmad dari luar.
"Ada surat untukmu." Ayah menjulurkan surat yang ditulis Laila sebelum ia pergi untuk selamanya. Air mata pun tak mampu untuk ditahan tangisnya menjadi-jadi. 
"Lailaaaa pagi ini aku harus menjadi suami mu!! Laila banguuun sayang!! Banguun!!" 
-
Kini Laila pergi dan tak kembali. Laila mengidap penyakit kanker paru-paru. Akibat penyakitnya yang tak optimal diobati. 
Hanya ada jejak Laila 






-

Kamis, 30 April 2015

Satu nama

09.36 Posted by Unknown No comments
Ntah dari mana akan ku tuangkan lara.
Seketika membakar dada.
Asap meresap membuat sesak.
Hampir saja ku mati menahan duka.
Ku padamkan semua dengan do'a meski masih tersirat namamu selalu terucap.
Kini kurasakan betapa rindu mencuat.
Layar layar cinta labuhkan kapal keriduan.
Tak mampu lagi logika mengalah kan hati.
Kini yang ku nanti tak ujung bertepi.
Satu nama
Selalu ku sebut dalam setiap do'a
Hanya saja bedanya saat ini hanya kebahgianmu yang ku semogakan bersama menjadi kita 
Satu nama
Selalu ku rindu dengan merayu
Berharap temu dalam dekap syahdu
Tapi ku ragu akan cintamu yang palsu
Ku rasa itu sungguh cintamu yang mendayu
Satu nama
Yang selalu ku nantikan dikala senja
Berharap kau pulang kepelukan seorang wanita
Satu nama
Jelas sudah 
Aku menunggu mu terlalu lama 
Hingga aku lupa bagaimana cara menyikapi tamu-tamu yang datang padaku
Hanya demi menunggu satu nama yang dijanjikan Nya 
Satu nama dariNya untuk teman hidup hambaNya.

Rabu, 29 April 2015

Ku ingin pulang

05.47 Posted by Unknown No comments
Dan ku tahu bahwa tak satu pun ada yang abadi 
Selain cintaNya yang hakiki
Sebongkah harta pun tak berharga jika kita tlah berpulang
Selain amal ibadah yang kita kerjakan
Percayalah kita semua akan pulang keharibaanNya
Dan pada saat itu jua kita pertanggung jawabkan perbuatan di dunia ini
Mana kala hati yang terpaut emosi 
Tolonglah cepat redam dan bakar dendam.
Mana hati jiwa dan raga ini bersedih segeralah berwudhu bersihkan diri
-
Tak tahu kapan berpulang
Tak ada waktu untuk berpaling
Siapkan segala bekal dari sekarang
Ntah kapan Izrail datang untuk menjemput diri yang masih hina ini.
-
Aku ingin pulang
Sekali lagi aku ingin pulang
Setalah menurutmun siap segala bekalku izinkan ku pulang keharibaanmu
Jangan biarkan diri ini terkurung membisu
Aku ingin pulang
Sekali lagi aku ingin pulang
Saat dimana semua tugas ku selesai 
Ku kan meminta lagi untuk pulang


Kamis, 09 April 2015

Jemputlah Hidayahmu lebih awal

18.40 Posted by Unknown No comments
"Assalamualaikum Pudil?" Kataku dari sebrang telpon genggam.
"Waalaikumsalam mbak? Ada apa tumben nelpon Pudil?" Suaranya terdengar lembut dari ujung telpon. 
"Dil mbak mau nanya. Kalo mbak mau berubah menjadi yang lebih baik gimana?" Kataku lagi sambil malu-malu 
"Subhannaallah lebih bagus dong mbak bertahap insyaAllah ada jalan." 
-
Setiap pagi sebelum berangkat ke kampus aku selalu berkaca. Berdiri lumayan lama memandangi diriku. Mulai dari wajah, hijab yang ku kenakan dan ya pasti pakaian yang aku kenakan. 
Melalui hari seperti biasanya. Namun sedikit berbeda, aku mengenakan hijab syar'i dan memakai manset tangan. 
"Tumben sih jeng begini? Tapi subhannaallah cantik banget." Kata salah satu temanku dikampus.
"Alhamdulilah terimakasih ya, tidak apa-apa hanya sedikit ingin berubah saja. Menjadi lebih baik." Jawabku sambil tersenyum.
Ya. Seisi kampus hampir semuanya mengenalku. Namaku cuma ada satu di kampus ini. Indah Ajeng Sulistio Rini. Banyak sekali yang mempermasalahkan namaku dan tingkah laku ku. ^^ 
-
Hari terus berjalan semakin hari semakin yakin dan mantap dengan pilihanku. Walau tak banyak yang mencibir diriku. Apalagi mereka yang sudah mengenalku sejak lama. 
Tomboy, tengil, usil, itulah diriku dulu. Perlahan aku berusaha untuk berubah. Agar Allah semakin cinta padaku. Aku pun sempat berfikir. Jika aku selalu seperti yang dulu, apalah nasib ibu ku disana? Pasti sedih melihatku yang seperti ini. Dan aku berharap atas Ridha' Allah semoga dengan apa yang aku lakukan ini menjadi lebih baik dan semoga ibu disana tenang. 
-
Memasuki tahap yang lebih dari sebelumnya. Hidayah itu selalu ada untuk semua hambaNya. Namun cara setiap insan lah yang berbeda dalam menjemput hidayah tersebut. 
Termasuk dengan diriku. 
"Jeng pacar nya siapa sekarang?" Kata temanku yang cowok.
"Alhamdulilah jomblo bro. Why?" Jawabku seraya duduk didepan musholah.
"Masa? Seriuus? Lah yang kemarin kemana?" Tanyanya lagi dan berusaha mendekatiku.
"Lah iya emang kenapa sih? Yaampun gak mesti pacaran juga kali ih." Jawabku sambil tersenyum 
"Udah putus? Kapan?"
"Udah 1 tahun yang lalu."
"Jadi sekarang?"
"Mau ta'aruf aja eheheheh"
-
Hampir beberapa bulan aku gundah. Aku ingin sekali ikut organisasi OneDayOneJuz. Tapi sudah ku cari tak ada. Aku juga ingin ikut organisasi SPJ tapi gak bisa juga. 
Malam itu aku stalking Instagram. 
"Nah ini nih yang aku cari. Coba hubungi ini ah." Kataku gembira sambil mengangkat-angkat gadget ku. Malam itu juga aku coba buat menghubungi. Namun respon dari seseorang yang aku hubungi tadi belum juga ada. Keesokan harinya. Ada seorang akhwan yang menghubungiku dari instagram juga. Kak thania namanya. Oke ODOJ ku dimulai malam itu juga. 
Saling menyapa satu sama lain. Ada yang sudah berkeluarga, ada yang yang kerja, kuliah dan masih ada yang sekolah. 
Betapa bahagianya mereka semua merangkulku. Walaupun sampai saat ini aku masih suka lupa satu sama lain. 
"Kathin?" Pesanku melayang digrup odoj1465
"Siapa kathin jeng?" Balasan yang kuterima membuatmu terkejut. Wah aku salah gimana? 
"Eh maaf kathan hihihi salah ketik maaf"
"jeng bahaya kalo thania ngamuk mah." Bunda ning mencairkan kecemasanku.
Tak cukup kuceritakan satu persatu. Sampai saat ini bukan hanya dari kajian ku yang aku banggakan. Namun keluarga ku ini sangat ku banggakan. Selalu mengingati menyemangati satu sama lain. Walau belum pernah berjumpa. Tapi aku bisa ngebayangin bundaku , ummiku, kakak-kakakku, temanku dan adikku. 
Subhannaallah maha besar Allah. Selalu ada cara untuk membuat umatnya merasa bahagia. 
Seperti pagi ini. Pagi kemarin. Pagi besok dan seterusnya. 
-
Jemputlah hidayahmu. Tidak ada kata terlambat untuk seorang hamba yang memohon ampun kepadaNya. 
Dan aku juga selalu dapat cerahan pagi dati kathan. Setiap pagi selalu ada yang membuat hatiku bahagia. Bukan pujian tapi penguatan iman. 
Terimakasih yaAllah. Secepat ini engkau mempertemukan hamba kepada mereka yang menjadi pilihanmu. 
Dulu, aku tak membayangkan bisa seperti ini. Menikmati hari dengan perasaan suka dan gembira. Aku belajar berdamai dengan diriku sendiri. 
YaAllah terimalah taubatku. Dan ampunilah segala salah khilaf dan salah atas yang pernah ku perbuat dan saudra-saudara 1465 perbuat. Semoga ukuwah ini selalu terjaga. Dan semoga kita semua cepat bertemu ODOJ1465. 
-
Semoga emak Isti, bunda Erna, bunda Naning, kalin , kamay, kathan, entin dika dan semua yang gak ajeng sebutin satu-satu . Selalu betah sama ajeng yang bawel ini dan suka lemot kadang juga iseng.
YaAllah terimakasih lagi, terimakasih selalu dan terus terimakasih. Semoga kami semua bertemu diJannah Mu yaRabb . Aamiin 🙏


#cerpenODOJ#1465#Lemon

Minggu, 05 April 2015

Bunga terakhir

20.03 Posted by Unknown No comments
"Pada dasar nya kita akan selalu menemukan yang namanya titik jenuh dan pada saat itu yang kita ceritakan hanya hitam putih kehidupan. Kembali adalah hal yang paling indah. Kembali pada Nya yang memiliki kekuasaan diseluruh jagat raya." 
Namaku Bintang, sebentar lagi hari kelahiran ku tiba. Aku anak pertama dari tiga saudara. Ya, aku senang sekali jika di panggil Bintang atau Mae. Ntah mengapa tapi itulah adanya. Aku memiliki banyak teman dan sahabat. Lemon. Itu lah sahabatku. Kami bertigabelas orang. Dua diantara kami adalah laki-laki. Kompak? Sudah jelas pasti, tapi satu sama lain juga tidak memiliki pemikiran yang sama. Yang menyatukan kami hanya lah kehumoran, suka makan suka bernyanyi dan suka bergilaan di manapun kita mau.
"Apa yang kalian lakukan? Tahu kalian akan hal yang kalian perbuat saat ini?"  suara salah satu panitia pihak kampus memarahi kami panitia acara.
"Tidak ada yang kami lakukan hanya memakan buah yang dibawa masing-masing maru pak." Jawabku datar sambil memandangi pesat bola matanya. 
"Alasan! Sekarang kalian keruangan saya. Dan kalian maru bubar." Peritntahnya sambil menjuk-nunjuk kearah kami yang berada dikelas saat itu.
Keadaan kelas hening. Aku yang dari tadi mengelal gengam perlahan ditenangkan oleh ika. Rekan kerja ku saat itu. Aku ,Ika dan Samuel berjalan keluar kelas tanpa aba-aba. Para maru masih diam ditempat dan menghabisi buah yang ditangan mereka.
-
"Kalian tahu apa bahaya bagu para maru?" Salah satu panitia pihak kampus berbicara.
"Maaf sebelumnya bu. Kita tidak menyuruh mereka untuk makan buah teman mereka. Hanya saja perlakuan tangan yang menyilang membuat salah kaprah oleh pak Anggi." Tuturku sopan tanpa meninggikan ucapanku.
"Kenapa harus seperti itu. Apa tidak ada cara lain?"
"Hanya untuk kesenangan dan differensiasi." 
-
Kegiatan ospek berjalan lancar sampai hari keempat. Malam ini malam keempat. Malam pertama kejahilan untuk pagi besok dimulai. Beda "maru" beda panitia. 
Di dalam bescamp maru sibuk mencari barang-barang yang diberi tahu oleh panitia. Di tempat yang berbeda panitia lagi sibuk menyusun daftar acara untuk besok paginya. 
Malam menunjukan pukul 20.30 wib. 
"Hallo kak dimana?" Suara adik tinggkat di ujung telpon.
"Hallo kk lagi dijalan mau ke bescamp kalian. Udah siap?" Jawabku memastikan keadaan mereka.
"Udah kak oke kalau begitu kak kami tunggu." 
"Makan dulu yang belum makan ya."
Panita ospek berkumpul masing-masing mendatangi adik asuhnya. Bercerita  tentang kegiatan mereka ospek tahun lalu. Ada suka ada duka. Saling berbagi pengalaman dan saling membatu satu sama lain. 
Jam menunjukan pukul jam 03.00 wib dini hari. 
"Dik setelah ini jangan ada yang keluar dari bescamp ya." Kataku kepada seluruh adik asuh malam ini.
"Iya kak, tapi kalau ada barang yang tidak lengkap?" Jawab salah satu adik asuh bertanya.
"Yang dibawak apa ada nya aja." 
-
Semua bubar, semua panitia pulang ke bescamp. Satu dirumah Agung , satu lagi dirumah Ika dan satu lagi dirumah Joko. Kebetulan ada 9 orang yang tidur dirumah Agung dan sisa nya dirumah Joko dan Ika. Dari 9 orang itu salah satunya adalah aku. Malam ini aku tidur di kursi ruang tamu rumah Agung. Tidur diantara himpitan motor teman-teman yang lain. Tidak seperti biasanya aku tidur gabung bersama teman wanita yang lainnya. Di kursi bagian kiri ada Agung yang juga tidur diantara himpitan motor. 
Baru 15 menit tertidur aku dibangunkan oleh Agung. 
"Bi, bangun !! Irgi dan Samuel kecelakaan!" Teriak Agung membangunkan ku. 
"Astaghfirullah!!" Mata ku langsung berair dan tanpa aku sadari aku menangis.
"Cepet bangunin Kiki minta uang."
Dalam keadaan bingung aku berusha membanguni Kiki bendahara . Namun tiada respon. Diluar rumah, Agung sedang menyiapkan mobil dan menyiapkan apa yang dibutuhkan. 
Setalah aku mendapatkan dompet yang berisi uang aku bergegas keluar rumah dan memasuki mobil. Air mataku berlinang tanganku tak lepas memegangi tangannya bang Idhil. Sesekali aku beristighfar menyekat air mata yang terua mengalir. Menahan amarah dan ego. Kepala ku pusing aku berusaha memejamkan mata namun sayang sia-sia. Tak juga ku dapat ketenangan.
"Tenang Bintang. Semua baik-baik saja. Kita berdo'a untuk semua kebaikan ya." Bang Idhil berusaha menenangkan ku tangannya merangkul bahuku. 
"Yaallah bang." Jawabku terbata suaraku parau nafasku sesak .
"Nangis tidak menyelesaikan masalah Bi." Katanya lagi sambil menggenggam erat tanganku. 
Aku diam tanpa kata. Ku hapus semua bulir air mata yang tersisa. Ku atur nafas sebisaku. Ayat-ayat Allah yang selalu ku panjatkan . Seblum sampai di rumah sakit Rimbo Medika.  Mobil yang di kendarai oleh bang Irfan melaju dengan kencang. Agung yang diseblahnya terus mengawasi ku dari depan. Keadaan didalam mobil tegang. 10 menit kemudian mobil berhasil sampai dengan selamat di parkiran rumah sakit. Aku turun dan bergegas mencari teman dan adik tingkatku. 
"Permisi pak, apakah ada dua lelaki yang kecelakaan tadi?" Tanyaku dengan nada panik.
"Ada dik di dalam ruang ugd." Jawabnya sambil menunjuk kearah ruangan. Aku berjalan dengan langkah cepat mataku panas setelah menemui adin tingkat dan temanku itu. Mereka terbaring lemah di atas kasur. Tidur. Ya mereka tertidur. 
"Jangan nangis Bi!" Sergah bang Idhil sambil memegang pudakku.
Lantas aku langsung membenamlan wajahku di bahu nya saat itu. Semua administrasi telah diselesaikan. Bukti pembayaran telah di tangan. Tak lama handphone bang Irfan berdering. 
"Astaghfirullah sekarang dimana? Abang langsung kesana." Kata-katanya begitu sebelum mengakhiri telpon.
Aku bangun dari dudukku. Mendekat dan mencoba untuk bertanya. Tanpa aku tahu mereka bergegas pergi ke rumah sakit Raden Matahher. Dua orang adik tingkatku pun kecelakaan di tempat yang berbeda. Betapa sedihnya aku pagi ini. Mataku masih tertuju pada Irgi dan Samuel. Mereka belum bangun. Mata samuel di perban, tangannya luka berdarah. Aku tak sanggup melihatnya. Kepala Irgi bengkak dan dada nya memar. Aku terpukul. Saat ini lah aku baru ingat dan sadar. Segala sesuatu itu sungguh cepat terjadi. 
-
"Kamu bilang tadi jam 06.00 pagi mereka datang. Tapi ini ada jam 05.00 yang udah disini." Suara bu Halimah membuatku tertunduk.
Aku hanya diam mataku memerah namun masih bisa ku tahan bendungan air diujung mataku ini. Sampai pagi berganti siang. Masalah bermula dari anak baru. Sampai pada akhirnya 20 orang panitia terancam dropout. 
"Bu tidak bisa seperti ini. Tidak ada yang melanggar dan tidak ada juga yang menginginkan ini terjadi." Kata ku tanpa berfikir aku sedang berbicara dengan siapa.
"Tidak tetap saja kalian akan saya scorsing 6bulan." Katanya sambil berlalu meninggalkan ku dan teman yang lain. 
Teman-temanku menangis kebingunngan. Tidak hal nya dengan ku. Aku tetap mengejar dosen itu dan berisi keras memantapkan niatku. 
"Jangan nangis percaya sama aku semua bisa dilewati." Kataku sambil memagang tangan salah satu temanku yang menangis histeris. Kiki namanya.
"Tapi Bi, aku tidak tahu apa lagi yang harus dilakukan saat ini tak satupun ada yang membela kita." Tangisnya menjadi wajahnya mendarat di badanku.
"Tidak ! Percayalah semua akan baik-baik saja . Ada atau tidak yang membela kita." 
"Terlalu berani kamu mengambil resiko." 
"Kita itu satu. Sakit satu sakit semua! Kita akan selalu sama-sama."
Jam terus berjalan semua teman-temanku masih terpuruk dalam kejadian semalam. Aku dan Agung yang kurang tidur memilih untuk pulang dan beristirahat sebentar dirumah. Hanya beberapa menit memejamkan mata kami langsung segar lagi. Bergegas aku mandi dan bersiap-siap untuk ke kampus lagi. Begitu juga dengan Agung. 
Teman yang lain masih berkutat dengan sibuknya masalah kecil yang dibesar-besarkan. Tak banyak yang tertawa semua murung wajahnya ditekuk semacam lipatan kertas yang lusuh. 
"Ntah sampai kapan masalah ini selesai." Ujar salah seorang temanku.
"Sabar. Selalu ada jalan untuk yang benar." Jawab salah seorang temanku juga yang duduk disamping ku. 

-
Hari terakhir tiba. Hari yang ditunggu-tunggu pun tiba. Para Alumni membatu menjembatani kami untum berdamai dengan pihak Akademik.
Jam terus berlalu. Sedikit pun tak ada simpati antara panitia ospek dan maru. Bukan. Seluruh kakak tingkat dan alumni pun melakukan hal yang sama. 
"Bang kalau seandainya aku di DO aku kerja ajalah dengan abang ya." Kataku pada salah satu alumni kampus.
"Jadi asisten pribadi abang ya." Jawabnya sambil tertawa.
"Yaampun bang serius mah." 
"Iya serius, jadi asisten pribadi abang mau?"
"Eeet dah buseet." 
Aku melarikan diri dari kumpulan panita. Berharap mendapatkan bocoran dari alumni yang bernama bang Rambo dan bang Herry. 
Ya akhirnya dapat juga kejelasan itu. Semua ancaman hanya isu.
Aku duduk bersama bang Rayes, bang Josua dan bang Andy. Kami bercerita tentang indahnya masa kuliah pada jaman mereka. Aku tergelak . 
-
"Sepertinya abang tidak bisa membantu kalian dik. Maaf ya kalian mungkin tetap akan di DO." Kata bang Rayes menyampaikan dengan nada mendayu
"Bang!!! Jadi gimanalah nasib inangku? Kenapa bisa ginilah !" Suara Kiki menggelegar. Tangisnya pecah. Aku yang mengetahui rencana ini. Terdiam air mataku mengalir melihat reaksi teman-temanku. Ku peluk erat mereka. Lantas aku tinggalkan mereka. 
"Bang apa tidak ada sangsi lain selain Do? Kita tidak melakukan pembunuhan bang."
"Abang dan alumni yang lain udah berusha dik."
"Bang Rambo dimana? Coba telpon beliau."
"Dia diperjalanan menuju ke palembang." Ruangan menjadi kelabu. Hawa lembab terasa. Isak tangis dari mereka menjadi. Ada yang meraung. Ada yang diam-diam menyekat air matanya.
Masih dibiarkan sampai berlalu beberapa menit. 
"Aku yakin semua akan ada hikmahnya. Percaya sama aku ya wa. Kita sama-sama. Kiki dengerin aku, kita pasti bisa lewati ini." Kataku dengan wajahnya kusut mataku memerah. 
Aku terduduk termenung. Menyadari betapa indah nya hari jika kita lewati dengan selalu bersyukur. Aku tersenyum tidak terlambat aku menyadari akan indahnya nikmat Tuhan.
"Kalian tidak melihat Bintang?? Masih sibuk menangis? Tidak ada tindakan." Kata bang Rayes menunjuk kearahku. Semua mata tertuju. Wajah iseng ku keluar. Aku menyengir. 
"Dia tahu bahwa tidak akan ada yang namanya DO ! Kalian tidak marah padanya yang telah ngerjain kalian semua?" Lanjutnya sambil menarik tanganku.
"BINTANG!!!!!!" Semua suara menyeru bahkan ada yang mencaci maki. Kami semua berpelukkan. Menangis bersama. Inilah hikmah dari kejadian yang lalu. Yakinlah bahwa Allah selalu bersama kita. 

-
Semua akan kembali padaNya. Kepada Dia yang menciptakan kita dan seluruh isi dunia. Bunga terakhir. Manusia selalu memilih bunga yang terindah untuk diberikan kepada yang ia sayangi dan cintai. Bunga menjadi indah dan cantik itu tidak mudah. Sebelum ia berkembang banyak kumbang yang hinggap untuk menggoda. Tapi bunga yang sempurna takkan layu akan rayuan kumbang. 
Begitupun Allah. Kita hidup bagaikan bunga. Manakalah iman dan akhlak kita mulia. Itu bagai bunga yang sempurna. Dan itulah yang akan dipetiknya. 
Jangan takut. Semua akan menjadi bunga surga .

#ceritapendek#nyata