Selasa, 03 Maret 2015

Untukmu Ibu

06.21 Posted by Unknown No comments
Sama seperti malam-malam biasanya. Sunyi dan sendiri. Menyendiri di ujung kamar yang kecil ini. Mata tak leluasa untuk memandang. Badan tak juga dapat terbaring hanya saja keinginan untuk bersandar lebih kuat. Tiba-tiba saja tanpa terfikir apapun air mata ini menetes. Mengalir dengan sendirinya mencoba menahan namun semakin jadi air mata ini semakin ingin keluar bagai ingin menghiasi senyuman. 
Jam menunjukan pukul 21.25 wib. Saat dimana keluarga sedang berkumpul diruang tv untuk sekedar menyapandan bercerita. Mungkin. Mungkin cerita-cerita yang ku tulis ini seperti mimpi. Tapi inilah nyata. 
"Miko, tolong buatkan teh untuk bapak". Ucap bapak kepada miko
"Iya pak." Jawab miko pergi ke dapur
"Jangan terlalu panas". Perintah bapak diikuti oleh miko. Aku hanya duduk di meja belajar disudut kamar. Kamarku tak jauh dari ruang tv. Aku tahu betul bagaimana keadaan ruang tv saat aku didalam kamar. Ramai, nyaman, bahagia. Aku ingin rasakan. Tapi tidak bisa. Jelang beberapa menit miko datang dengan segelas teh panas. Bukan teh hangat.
"Panas. Ini panas sekali miko."
"Maaf pak terlalu panas. Kalo ditambah es batu gimana pak?"
"Boleh juga". 
Dari dalam kamar aku hanya memdengarkan. Dan ku coba untuk keluar kamar memastikan apa yang terjadi. Seketika aku melihat adik laki-lakiku memasukan es batu kedalam gelas teh untuk bapakku. Spontan aku berkata.
"Loh kenapa pakai es batu? Ini kan teh buat obat?!" Suaraku tercekat
"Sudahlah!! Diam!! Teh itu panas!" Suara bapakku jauh lebih tinggi dan menghempaskan tangannya keatas meja. 
Dengan mata berkaca-kaca aku kembali melanjutkan laporan fitokimia . Otakku sudah tak mampu untuk menulis dan merangkai kata kesehatan dan alamiah lagi. Kosata yang telah tersusun buyar dan aku tak mau mencoba untuk mengingatnya karna itu sama saja dengan memaksakan keadaan. 
Aku diam seribu bahasa. Tetapi ku dengar jelas suara adik perempuanku sedang bersenda gurau. Aku iri. Jujur aku iri dengan keadaan. Tapi balik lagi aku mengingat perkataan seorang temanku akan kodrat anak pertama.
Sering sekali aku merasakan saat sendiri seperti ini. Tapi akan ku coba sesuatu yang menarik dalam hidupku. Berpura-puta bahagia. Kenapa? Karna aku tak ingin mengecewakan siapapun. Sahabat, kerabat, teman dekat. Baik yang baru ku kenal atau yang sudah lebih awal ku kenal. Agar aku bisa menjadi sesuatu yang menarik aku selalu mencoba merayu-Nya mana tahu suatu saat nanti diri ini dapat bersenda gurau juga meski tidak dibawah atap ini. Tapi setidaknya aku akan merasakan bahagia. Ya, bahagia yang lebih dari ini bahagia yang diizinkanNYA. 
Aku asik dengan duniaku saat ini. Menyibukan diri agar tak terlihat begitu sedih. Aku tahu kalo aku merasakan sedih pasti semua jin busuk menertawakan ku. 
Aku malu. Aku berusaha untuk menahan diri. Namun lagi-lagi air mata ini menetes tak hingga. Suara terasa hilang . 
    "Demi ibu. Demi masa depanku. Aku bertahan untukmu ibu". Suaraku lirih nyaris tak terdengar. Aku selalu meyakinkan diriku. Sesungguhnya kata-kata itu jauh lebih mudah dari pada penata laksanaannya.
Tetap saja aku malu. Ingin rasanya ku hubungi salah satu sahabat-sahabatku. Tapi itulah rasa malu tadilah yang menguatkan ku. 
   "Assalamaualaikum mbak lagi apa?" Pesan WA telah ku layangkan ke salah satu teman dunia mayaku. Penegak ranting pohon. Mbak wahda. 
   "Waalaikunsalam. Lagi istiraht aja. Kamu?" Hatiku makin teriris saat menyapanya ditengah ia sedang ingin beristirahat. 
    "Aku lagi sedih mbak. Sebel sih tepatnya". Air mataku semakin menjadi-jadi derasnya.
    "Sebel kenapa?" Tanyanya di pesan itu. 
    "Aku habis dibentak bapak karna aku bilang jangan minum teh pakai es batu"
    "Jangan marah sama bapak ya sayang. Do'akan saja bapak semoga sehat selalu". Balasannya kali ini sangat mengetuk hatiku. Yang tadinya sempat marah. Perlahan amarah itu luntur bersama air mata yang mengalir indah dipipi. 
Aku mencoba menulis cerpen ini dengan sebaik mugkin. Seandainya gadget ini seperti kertas ku rasa sudah basah kupup. Rembesan air mata ini biasanya membuat kertas yang sering ku gunakan keriput. 
Demi bunda dan kedua orangtua. Aku ikhlas menjadi anak pertama. Indah cinta yang ku laluii dengan segala kepura-puraanku. Mencoba menari diatas duri yang semakin diinjakkan semakin sakit. Dan jika dilepaskan pasti membekas. 
YaAllah .. Rasanya ingin sekali aku mencoba terbang kesana kemari hanya untuk menghiburkan diri
Untukmu bunda ku tunjukan segala kekuatan ku.
Untukmu bunda ku berjanji bakal menjadi perempuan shaliha yang Dia inginkan.
Dan untukmu bunda terimakasih . 
Kali ini tangisku pecah. Kali ini juga iman ku butub penyegaran karna telah lemah. Dan kali ini bintang itu redup.


#write#blackinwhite#belajarnulis#curhatan#bintang#pelitabintang#mae#callstar

0 komentar:

Posting Komentar