Sapaan pagi selalu menyemangati diri. Bahkan ia sama sekali tidak sadar bahwa ia sedang mengalami proses dimana ia sedang beranjak dewasa. Mengalami berbagai hal yang menarik. Setiap pagi selalu menjadi moment yang ia tunggu untuk menerima sapaan pagi walau hanya sebatas pesan singkat. Pagi ini ia bangun lebih pagi dari biasanya dilihatnya jam yang tergantung di dinding depan kasur nya. Masih menunjukan pukul 04.00 wib. Masih subuh sekali. Samar terdengar suara lelaki mengaji dari dalam masjid diujung jalan rumahnya.
"Assalamualaikum selamat pagi. Udah bangun? Semoga subuh ini awesome ya mas". Dilayangkannya pesan singkat itu ke nomer yang sering sekali menghubunginya. Tidak lama pesan singkat itu langsung dibales dengan cepat.
"Waalaikumsalam, alhmdulilah udah bangun. Tumben bangunnya pagi sekali ? Kamu juga semoga subuh ini menjadi yang paling indah dari subuh kemarin". Mendapati balasan seperti itu ia kegirangan dan bergegas mengambil handuk untuk mandi dan menjalankan sholat subuh di masjid. Ia tak menghiraukan air subuh yang sangat dingin. Air yang diguyurnya ke tubuh membuat bibirnya membiru menahan dingin yang menusuk tulang. Tak begitu lama didalam kamar mandi ia keluar dan berbaju rapi. Menyiapkan segala perlengkapan sholat.
"Bunda, ririn ke masjid bareng mbah kakung ya". Katanya sambil mengiringi jalan mbah kakungnya .
"Tumben? Hati-hati sayang ya". Mata bunda nya mengawasi kepergian ayah dan putrinya.
Sepanjang perjalanan mbah kakung bercerita tentang hujan dan pelangi. Ririn tertarik akan cerita fiksi yang mbah kakungnya ceritakan. Tentang bidadari dari kayangan yang mandi ketika hujan dan selendang mereka yang berwarna seperti pelangi. Tiba di masjid.
-
Ririn mengaji sebelum azan di kumandangkan oleh muazin. Dengan lantang ia membaca dengan jelas huruf demi huruf. Sosok lelaki yang mengaji sebelum ririn datang tadi tiba-tiba mengintip dari balik tirai. Wajah lelaki itu sangat tampan. Bersih. Putih. Berjenggot agak tipis. Bisa dihitung rambut yang tumbuh di dagunya itu. Kumis yang samar dan peci yang ia kenakan berwarna hitam. Baju koko cream dan kain sarung berwana putih sedikit corak berwarna cream juga. Sedang memperhatikan bibir ririn berkomat-kamit mengeja hufur demi huruf. Suara ririn merdu. Ririn yang menggunakan mukenah berwarna pelangi tak menyadari bahwa ada seseorang yang sedang memperhatikannya. Sampai mbah kakung nya menegur lelaki tersebut bahkan ririn pun tidak mengetahui hal itu.
"Hai anak muda, mengapa kau melihat gadis itu dengan seperti ini?" Tanya mbah kakung kepada lelaki itu.
"Assalamualaikum maaf kek. Saya tidak bermaksud seperti apa yang kakek fikirkan. Saya hanya kagum dengan suara merdu gadis itu." Jawabnya menunduk menatap alas masjid.
"Apa sebelumnya kau mengenali gadis tersebut? Siapa namamu kalau aku boleh tahu?"
"Zainal kek aku tinggal di belakang masjid ini kebetulan hendri yang biasa di masjid ini sedang sakit jadi saya yang menggantikannya. Saya tidak mengenali gadis tersebut kek"
"Oh zainal. Pantas saja saya tidak menemui hendri. Kalo begitu sebentar lagi kumandangkan azan ya nak." Perintah mbah kakung sambil menyesuaikan barisan sholat. Tidak banyak yang ikut jama'ah subuh pagi ini mungkin karna cuaca subuh ini mendung dan suhunya yang tiba-tiba menurun sangat dingin.
Di barisan wanita hanya ada Ririn, dan 6orang ibu-ibu yang ikut menyesuaikan barisannya.
-
"Mbah subuh ini kok dingin sekali. Hemm wajar saja masjid tadi sepi Ririn baru menyadarinya." Celoteh Ririn yang penuh dengan ciri khasnya itu tidak membuat mbah kakungnya kewalahan
"Mungkin sayang. Mbah putrimu juga tidak bisa ikut kita ke masjid. Kita tunggu ayahmu di depan ya. Dia masih bercerita dengan Zainal." Jawab mbahnya sambil duduk di salah satu bangku yang ada di sekitarab masjid.
"Zainal siapa mbah?"
"Temannya si Hendri. Karna ia sedang sakit jadi Zainal menggantikannya"
"Ooh. Mbah adek mau cerita tapi jangan bilang ayah dan bunda ya?"
"Mau cerita apa sayang?"
"Tapi...." . Tiba-tiba ayahnya tela datang sambil menampakan senyumannya.
Ayah nya seorang pegawai BUMD di kotanya. Saat ini menjabat disalah satu bagian yang lumayan memberatkan fikirannya. Bagian keuangan kantor. Ayahnya memiliki tubuh yang tidak terlalu tinggi. Mata bulan rambut ikal dan berkulit sawo matang. Ayahnya berasal dari jawa. Campuran banjar. Sedangkan bunda nya adalah seorang pengusaha catring ternama dikotanya tersebut. Ibu nya juga orang campuran jawa dan banjar. Memiliki tubuh yang indah. Mata yang cantik. Hidung bangir rambut lurus dan badan yang tak terlalu tinggi. Kulit ibu putih langsat. Ibu memiliki perawakan yang sangat mulia.
-
"Sarapan dulu Rin, bunda udah masak nasi kuning kesukaan kamu." Kata bunda saat melihat anak gadisnya keluar dari kamar.
"Iya bunda makasih ya." Jawabku sambil mengecup pipi kanan bunda. Ayah dan kedua orang adik kembar ku telah duduk dimeja makan bersama mbah putri dan mbah kakung. Orangtua dari bunda memang tinggal bersama bunda. Karna bunda adalah anak bungsu dari tiga bersaudara. Sedangkan eyang dan abah orang tua dari ayah kini tinggal di nganjuk jawa timur.
"Yah Ririn bareng ayah ya. Soalnya Ririn takut telat kalo harus menggunakan angkot". Pintaku pada ayah sambil menyeruput teh hangat yang dibutkan bunda.
"Baiklah tapi kita antar Nino dan Nina dulu ya". Jawab ayah sambil tersenyum sama si kembar adikku.
"Hmmm baiklah kalau begitu tapi jangan lama ya yah." Kataku sambil memandang wajah manis adikku.
Nino dan Nina adalah adik kembarku mereka bersekolah di SDI di daerah perkantoran ayah. Tempatnya stratgis. Sekolah dasar adikku tak jauh dari SMA tempat aku bersekolah . Kini kedua adikku duduk di kelas 4 SDI nurul i'lmi. Sedangkan aku kelas 3 SMA disalah satu sekolah negri.
Sampai di sekokah Nino dan Nina berlari menuju lapangan sekolah nya untuk sekedar menyapa teman-temannya sedangkan aku harus melanjutkan perjalanan ke SMA yang memakan waktu 8menit kalo tidak macet.
Ia sangat senang jika bersekolah diantarkan sama ayahnya. Jarang sekali moment seperti ini dilakukan bersama ayahnya. Ayahnya banyak bertanya tentang perguruan tinggi yang ia inginkan.
-
"Rin udah dapet kabar belom ?" Tanya fiqha sahabatnya. Mereka bersahabat dari SMP sampai kelas 3SMA ini.
"Apaan? Aku tidak pernah mau tahu kabar burung hahah." Jawabnya sambil tertawa dan menggandeng tangganya fiqha.
"Itu si adli alumni sekolah kita"
"Iya, kenapa dia?"
"Dia masuk tim basket rombongan kamu"
"Oh apa untung buat aku?"
"Hish kamu ini aneh deh kemarin bilangnya kamu suka sama dia sekarang dia masuk tim basket kamu. Eh kamunya malah biasa aja"
"Nyerocos terus lambe mu lama-lama tak cubit baru tau. Sekedar suka. Tidak lebih". Topik pembahasan mereka terhenti saat mereka mendapati bahwa Adli yang mereka ceritakan tepat di depan Ririn.
Adli alumni sekolah mereka. Baru tahun kemarin dia menamatkan pendidikan menengah pertamanya sekarang ia berkuliah disalah satu universitas favorit dipulau jawa.
"Hallo Ririn , fiqha." Sapanya sambil tersenyum dan melambaikan tangannya.
"Hai kak, apa kabar?" Jawab fiqha sambil menjulurkan tangan. Lain fiqha lain ririn. Ia hanya tersenyum dan menundukan kepalanya mengisyaratkan hormat pada alumninya.
"Temanmu tidak bisa bicara qa?" Ledek adli sambil menyenggol lengan ririn yang sedari tadi hanya diam.
"Hmm paling dia grogi kak. Eh sama siapa ke sekolah kak?"
"Kebanyakan basa-basi ranselku belom di taruh dalam kelas keburu bel nanti PR ku belum di kumpulkan. Aku pamit ke kelas kak adli dan aku duluan fiqha." Gerutu Ririn meninggalkan mereka. Dari jauh adli menatap lurus kepergian Ririn. Jilbab putihnya menjuntai. Rok abu-abu yang ia kenakan saat ini adalah rok lurus yang tergosok rapi oleh bundanya.
"Dia tidak berubah sejak saat aku mengenal dia." Suara adli lirih tapi masih terdengar dengan fiqha
"Eh maaf kak, apa sebelumnya kalian pernah dekat?" Pertanyaan fiqha membuyarkan imajinasinya.
"Pernah saat dia ikut Taekwondow. Aku adalah sabubnya".
"Oh tapi Ririn tidak pernah cerita."
"Masa?" Mata adli terbelalak serasa tak percaya kalau Ririn tidak bercerita kepadanya.
"Sungguh Ririn tidak pernah bercerita tentang kalau dia pernah dekat dengan kamu. Bahkan nyaris dia tidak pernah suka sama lelaki."
Senyum tipis di bibir adli membuat fiqha penasaran akan apa sebenarnya yang terjadi. Tapi fiqha tidak ingin mencurigai ririn sahabat nya itu.
"Eh kamu tidak bertemu Riko?" Tanya adli pada fiqha. Riko adalah teman nya adli yang fiqha suka waktu itu mereka sempat jalan bareng hanya sekedar makan dan nonton bareng.
"Tidak. Sekarang ini kan dia udah punya pacar." Jawab fiqha sambil berjalan perlahan. Tak lama bel sekolah pun berbunyi pertanda kelas pertama akan dimulai.
Suasana dikelas hening sekali tetapi tidak dengan suara bisik Ririn yang kalau belajar pasti ribut sendiri. Pelajaran pertama ini adalah fisika. Gurunya inosen dan membosankan. Tapi ririn selalu tahu bagaimana mendamaikan suasana kelas yang menegang saat ibu tina itu mulai berjalan dan bertanya kepada satu persatu siswa. Tidak dengan fiqha yang selalu nomer satu untuk pelajaran fisika.
Pelajaran yang menarik untuk mencari taktik.
Tidak lama bel pergantian jam berbunyi. Wajah bahagia terlihat jelas dari wajah anak-anak kelas. Pelajaran kali ini materinya sudah habis jadi digantikan dengan diskusi untuk memilih perguruan tinggi. Menjelaskan satu persatu. Dan banyak yang bertanya termasuk fiqha dan ririn serta bimo.
"Ririn!" Kata pak rio. Dengan tegas
"Iya kenapa pak?" Jawabku dengan muka berkerut. Mengapa bapak itu menbentakku. Gerutunya dalam hati.
"Keluar sekarang cepat tadi kamu di panggil guru BK"
"Ha? Saya pak?". Dengan gontai langkah kaki ia berjalan menyusuri koridor sekolah. Ririin anak yang cukup aktif dalam bidang apapun. Termasuk olahraga. Ia bercita-cita ingin menjadi abdi negara. Baik itu polri maupun TNI . Kalau diingat ini adalah cita-cita Adli juga. Beberapa tahun lalu mereka sempat dekat dan menjalin pertemanan spesial. Namun sayangnya Adli tidak ingin ada yang mengetahui hubungan mereka. Jadi sejak itu Ririn tidak pernah menceritka tentang Adli sebelumnya kepada fiqha. Rasa itu masih ada sampai saat ini. Tapi Ririn berusha tidak ada satu pun yang tahu akan perasaan itu. Dia malu. Tapi Adli tidak mengetahui itu, tetapi disisi lain Adli pun begitu Adli masih mencintai Ririn secara diam-diam.
Sepanjang jalan menuju ke ruang BK Ririn mendapatkan Adli yang tengah duduk di kursi pertigaan koridor sekolah. Kakinya menghadang jalan Ririn. Muka Ririn memerah matanya berkaca. Ingin sekali ia memeluk Adli lelaki yang ia cintai.
"Hallo mau kemana?" Tanya Adli sambil berdiri menghampiri gadis berkerudung panjang ini.
"Hai mau ke ruang BK." Jawab nya santai .
"Ternyta masih sering berusan sama BK sek?" Ledeknya sambil menatap dalam wajah Ririn yang tertunduk.
"Bukan urusanmu, apa kamu fikir setiap anak masuk ruang BK itu membuat masalah ceng?" Jawabnya tanpa menatap mata Adli. Pesek adalah panggilan Adli kepada Ririn. Karna hidung Ririn yang kurang mancung sedangkan aceng karna muka Adli mirip orang korea bukan orang jawa. Mereka saling memandang tapi tidak dengan gadis ini pandangannya tetap ke bawah namun hatinya lah yang memandang hati lelaki yang dari tadi ada dihadapannya ini. Tiba-tiba Adli memegang tangan nya sontak terkaget ia melempar tangan Adli.
"Maafkan aku, bukan maksudku sok suci tapi itulah pelajaran agama yang aku terima dari anak-anak dan mentor rohis" katanya dengan suara tercekat. Matanya yang ceria kini sayu. Perlahan ia berani melihat muka Adli yang memerah dengan senyuman yang manis. Adli tahu Ririn tlah banyak berubah. Semenjak masuk SMA terlebih saat ia mengikuti kegiatan rohis.
"Aku paham semoga tetap istiqomah ya, kamu tahu? Sebenarnya kamu tidak di panggil keruang BK melainkan akulah yang memintamu untun keluar dengan pak rio." Jawab Adli seraya duduk di kursi yang ia duduki tadi. Mata Ririn mulai panas gumpalan air dipelupuk matanya mulai tak terbendung lagi. Ia pun segera duduk disamping Adli. Tak lama hujan turun membasahi rumput yang hijau dihadapan mereka.
"Seandainya hujan sampai pulang sekolah. Aku tidak mau pulang naik bus. Kali jni aku mau pulang sama kamu." Suara Ririn memecah keheningan. Lelaki yang ada disampingnya menatap pekat wajah Ririn yang memutih dan matanya yang teduh.
"Aku siap kemanapun. Tetapi aku ingin mengajakmu ketempat kita dulu pernah bertemu pertama kali". Adli memperbaiki posisi duduknya dan mencoba untuk menatap dalam mata Ririn masih adalah cinta itu.
Jam terus berganti . Di karnakan Ririn tak ada jam belajar. Ia memutuskan untuk pergi bersama Adli. Mereka melintasi jalan yang biasa mereka lintasi. Sebelumnya Ririn sudah menelpon bunda dan ayahnya.
Sesampainya di lakasi. Mereka duduk di bawah saung di tengah kolam hanya ada satu saung yang ditengah kolam. Hujan turun semakin deras.
"Rin ?" Getar suara Adli memecahkan lamunan Ririn tentang kejadian 4tahun yang lalu.
"Iya kak? Ada apa?" Jawab Ririn tanpa melihat raut wajah Adli yang memerah.
"Kamu bisa lihat kearahku? Aku mau menunjukan seauatu. Aku suka seseorang kamu mau dengerib cerita aku?"
"Silahkan cerita saja kak aku pasti dengerin." Ririn mengubah posisi duduk nya menghadap ke Aldi.
"Aku suka banget sama wanita ini. Tapi aku takut dia tidak suka sama aku." Adli sambil menunjukan sesuatu di layar handphone nya.
"Boleh aku lihat? Kalo begini aku enggak tahu siapa ini."
"Nih lihat yang jelas ya."
"Lah ini kok kontak bbm aku sih kak?"
"Iya kamu. Aku masih suka banget sama kamu." Adli mengeluarkan bucket bunga dan sekotak coklat berbentuk bintang.
Keadaan memanas setelah Ririn mengetahui hal itu. Mata nya berkaca tangannya mencengkap tangan Adli.
"Tapi sekarang aku tidak seperti yang kamu suka dahulu. Aku tlah berhijab dan sedang memantapkan niat." Suara Ririn terbata matanya menuju kolam yang dihiasi rintikan hujan yang turun dengan deras.
"Kamu mau tahu apa yang membuatku semakin cinta padamu? Karna kedekatanmu padaNya." Jawab Adli mantap dan melepaskan genggaman Ririn ia berdiri di hadapan gadis itu.
Ririn tertegun. Tak ingin ia menatap mata Adli yang memperhtikannya serius.
"Aku akan kembali lagi mengikuti tes polisi dan aku tahu kamu akan kuliah diluar kota. Maka itulah aku datang kemari." Sambungnya dalam keadaan berdiri di hadapan Ririn tak ubahnya gadis itu pun tak menghiraukan perkataannya.
"Aku cinta hujan. Mengapa pada saat hujan kau selalu torehkan luka dihatiku?" Mata Ririn berkaca. "Kau pergi dan datang semau mu. Apakah kau tahu disini aku selalu menikmati bayangmu dalam hujan." Sambungnya sambil menyekat air mata. Tanpa sadar Adli memeluknya . Tangisnya pecah. Hujan menjadi teman untuk mereka berdua. Menyatukan kembali cinta yang tak terucap.
-
"Assalamualaikum bu, besok saya akan berangkat untuk pendidikan di Lido." Kata Adli hati-hati kepada bunda Ririn. Tanpa sepengetahuan Ririn lelaki ini datang dengan berani kerumah nya.
"Iya hati-hati jaga diri ya Dli, bunda do'akan semuanya lancar." Jawab bunda sambil merangkul Adli . Sudah seperti anaknya.
"Bu saya titip Ririn, saya akan datang setelah saya pendidikan nanti."
"Iya. Teruslah berdo'a padaNya agar cinta mu pada anak bunda dikabulkan olehNya."
"Pasti bun, tak lupa saya berdo'a untuk kebahagian saya padaNya. Saya pamit bu."
-
Satu tahun berlalu. Ririn duduk dibangku perkuliahan. Tanpa mengenang Adli. Tanpa lelaki baru yang ia kagumi. Semua digantungkan pada Nya. Semakin dewasa semakin enggan ia bercerita pada kedua orang tuanya. Malu. Katanya. Hari-hari berjalan. Semakin ia mematahkan hatinya pada lelaki yang datang mendekatinya.
Subuh ini hujan turun sederas-derasnya. Guntur menyambar dimana-mana. Ririn terkejut bangun ternyata pukul 5.00 pagi. Lekas ia bergegas. Diluar kamarnya bunda sedang menyiapkan sarapan untuk mbah putri mbah kakung dan ayah serta adikny.
"Cah ayu! Rene nduk." Kata mbah putri. "Ada yang mau mbah kasih tahu padamu."
"Ada apa mbah? Ririn sholat dulu ya." Jawabnya sopan sambil mencium pipi kanan mbah putrinya.
Lelaki yang selalu menyapanya dikala subuh tidak ada lagi. Ya karna lelaki itu adalah Adli. Lelaki yang dirindukannya selama ini semua itu Adli. Semua keluarganya mengetahui akan hal itu. Selama ini Adli lah yang membuat harinya bersemangat . Tanpa ia sadari , dia yang selalu dirindukan olehnya. Lelaki itu. Lebih merindukannya.
Seusai sholat subuh. Sapaan yang ia rindukan datang lagi.
|"Asslamualaikum. Selamat pagi. Kamu apa kabar? Semoga sehat dan baik-baik saja. Maaf beberapa pekan saya menghilang. Karna saya sedang ada kegiatan diluar kampus."| . Betapa girangnya hati gadis ini saat mendapati pesan singkat dari seseorang yang selama ini tak pernah ia temui dan selalubia rindukan walau belum pernah bertemu.
Semangat Ririn kembali. Selepas ia berbenah kamar tidurnya Ririn mendapati handphone nya bersering. Nomer yang selalu menghuqkamar?" Suara lelaku itu di ujung telpon. Matanya berkaca ia tak percaya lelaki yang selama ini ingin ia temui kini ada dirumahnya. Tanpa sadar ia berlari keluar kamar dan mendapati Adli duduk dimeja makan dan tersenyum padanya.
"Kamu jahat !!" Tangisnya pecah. Bunda dan ayahnya menangis tertawa melihat wajah anak gadisnya memerah. Menyadari hal itu Ririn menghapus air matanya.
"Aku datang kembali dan tidak akan pergi lagi. Kala hujan badai datang kita akan berdua selalu disini."
-
#wanitaperindu#bintang#belajarnulis#khayalan.